Rembang, SMJTimes.com – Desa Pasucen, Kecamatan Gunem, saat ini menjadi satu-satunya desa di Kabupaten Rembang yang sebagian besar warganya menjadi peternak kerbau.
Suparmi, salah satu sesepuh warga Desa Pasucen menjelaskan, mayoritas warga memilih beternak kerbau karena mengurusnya notabene relatif lebih mudah dibanding sapi.
Suparmi bercerita, untuk memberi makan, biasanya ia cukup melepaskan kerbaunya di area hutan Desa Pasucen. Kemudian jika sudah memasuki pukul 16.00 WIB, kerbau ia giring ke sungai untuk mandi, atau dalam istilah masyarakat setempat disebut gupak. Ini juga yang menjadi kemudahan dalam mengurus kerbau dibanding sapi.
Bedanya dengan sapi yang harus dimandikan dan dibersihkan oleh pemiliknya, kerbau cukup dilepas saja ke sungai. Dan kerbau akan gupak atau berendam hingga merasa badannya cukup bersih.
“Kita lepas di hutan terus makan sendiri. Kalau sudah jam 4 nanti digiring buat gupak, kalau sudah mentas baru digiring ke kandang,” tuturnya.
“Kerbau itu lebih gampang mengurusnya daripada sapi. Karena sapi ndak gupak. Kalau kerbau kan gupak, ketika gupak ndak usah memandikan tinggal nunggu selesai,” jelasnya.
Selain itu, adanya area hutan dan banyaknya sumber air di Desa Pasucen semakin memudahkan warga setempat untuk beternak kerbau. Sehingga tak heran jika warga setempat mayoritas memilih menjadi peternak kerbau.
Seperti yang diungkapkan oleh Siswati, sesama peternak kerbau dari Desa Pesucen. Ia mengaku mulai berternak kerbau semenjak dirinya pertama kali masuk ke Desa Pasucen, setelah ia menikahi salah satu wanita setempat.
Ia menjelaskan alasannya beternak kerbau mulanya karena turut membantu mertuanya yang memiliki kerbau banyak. Selain itu, alasan lain yang juga menjadi alasan umum bagi warga setempat adalah karena pertumbuhan kerbau yang cenderung lebih cepat dibanding sapi. Lebih-lebih, harga jual kerbau yang nyata-nyata lebih mahal dari sapi. Apalagi jika si kerbau dibeli karena digunakan untuk seserahan acara mantenan, maka harganya akan naik lagi.
“Sekarang harganya Rp20 sampai Rp30 juta per ekor. Kalau buat mantenan bisa naik. Karena kalau dibuat seserahan kan desa lain hampir ndak ada yang ternak kerbau, kebanyakan sapi. Jadi kayak seserahan yang istimewa gitu. Mangkanya lebih tinggi harganya,” sambungnya menjelaskan.
Senada dengan Suparmi, menurut Siswati, mayoritas warga Desa Pasucen memilih beternak kerbau karena akses makannya mudah, yaitu dengan dilepaskan saja di area hutan. Di samping itu juga karena di Desa Pasucen terdapat banyak sungai, sehingga tidak terlalu repot untuk memandikannya.
“Diliarkan pagi sampai sore, cuma dipantau saja. Kalau mandi ya cukup dilepas ke sungai buat gupak,” tuturnya.
Hanya saja, seturut penuturan Suparmi, jumlah peternak kerbau di Desa Pasucen saat-saat ini mengalami penurunan. Hal tersebut lantaran adanya pabrik semen yang memakan sebagian lahan hutan yang biasanya digunakan warga setempat untuk menggembalakan kerbau-kerbaunya.
“Dulu di sini banyak yang punya kerbau. Tapi semenjak ada pabrik, banyak yang dijual. Karena sudah ndak ada tempat untuk menggembala,” terangnya. (*)
Artikel ini telah tayang di Mitrapost.com dengan judul “Geliat Desa Pasucen Sebagai Desa Peternak Kerbau di Rembang”
Komentar