Seni Tak Boleh Didikte, Tapi Bebas Melampaui Batas Teori

Bagikan ke :

Rembang, Smjtimes.com – Seni dinilai Abdul Chamim sebagai media kritik. Hal tersebut disampaikan dalam acara live painting di galeri Gentong Miring, Kamis (24/6/2020)

“Saya ambil sekarang, seni itu media untuk apapun. Untuk pemberontakan, perubahan, menyampaikan pendapat, untuk kritik, untuk politik untuk apapun. Dan untuk kampanye,” tuturnya.

Bagi Abdul Chamim seni harus lebih luas dan melampui batas kerangka teori sekalipun. Hal ini mengingat persepsi masyarakat masih memberi pengkotakan pada seni, dan membuat seni menjadi asing untuk alat kampanye seperti sekarang.

“Seni sebagai kampanye Yes I do kelihatan lucu.  Kesalahan pendidikan kita ya seperti ini. Dari dulu, waktu SD seni rupa selalu menggambar gunung kembar. Ada jalan dan mataharinya. Itu saja.”

Baca juga: BKKBN Akan Cetak Rekor Muri 1 Juta Akseptor di Hari Keluarga Nasional

Ia mengatakan seharusnya silabus pendidikan dalam menggambarkan atau seni rupa di sekolahan harus membebaskan dan mendorong imajinasi anak.

“Cara menggambar itu harusnya tidak lagi didikte. Biarkan anak menggambar sebebas-bebasnya dengan simbol sebebas-bebasnya pula.”

Dengan cara seperti itu ia berharap wilayah-wilayah seni mampu mendapatkan sumbangan pemikiran yang kuat dan cerdas. Selain itu seni harus memberi kemanfaatan bagi masyarakat dan mampu merubah masyarakat.

“Nah dengan itu seni akan merasa bernilai. Berbeda dengan seni yang berorientasi pada uang, kau akan mendapatkan kekecewaan terus,” pungkasnya. (*)

Baca juga: Media Massa Diharapkan Bisa Sebarkan Provokasi Positif Kepada Masyarakat

Komentar