Pahlawan Santri Asal Pati, Gus Hasyim

Bagikan ke :

Pati, SMJTimes.com– Kabupaten Pati mempunyai beberapa tokoh perjuangan kemerdekaan Indonesia. Tokoh-tokoh ini dimakamkan di Makam Pahlawan Pati.

Salah satu tokoh itu adalah Gus Hasyim. “Putra Mbah Mahfudh Salam Kajen (w-1944) ini mempunyai nama lengkap Muhammad Hasyim,” ujar Ketua PCNU Pati Yusuf Hasyim, Rabu (10/11/2021).

Sebagai seorang anak muda yang hidup di masa perjuangan kemerdekaan Negara Republik Indonesia, Gus Hasyim mewarisi jiwa perjuangan dari ayahandanya, KH Mahfudh Salam wafat di penjara Ambarawa pada tahun 1944 dan dimakamkan di komplek pemakaman penjara Belanda di Ambarawa.

Sepeninggal ayahandanya Gus Hasyim bersama saudara-saudaranya yang lain diasuh oleh paman beliau KH Abdullah Salam Kajen.

“Santri muda Gus Hasyim memiliki karakter yang keras dan tegas dalam memegang prinsip kehidupannya hingga memilih terjun di medan laga dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ungkap Kiai Yusuf.

Sikap ketegasan dalam perjuangan inilah yang menginspirasi para santri untuk ikut terjun dalam perjuangan fisik mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia menyambut seruan Resolusi Jihad yang dikumandangkan oleh Rois Akbar Nahdatul Ulama Hadhrotus Syekh KH Hasyim Asy’ari pada tanggal 22 Oktober 1945.

“Setelah mondok di Tebu Ireng beliau bersama beberapa santri Kajen yang lain diantaranya, Abdullah Sa’id (putra KH Mustaghfiri Kajen), Masyhadi,  Na’im Ihsan, dan lain-lain  beliau malang melintang dalam peperangan  melawan agresi Belanda I dan agresi Belanda II,” tutur Kiai Yusuf.

Gus Hasyim berjuang dalam barisan Hizbullah bahu membahu dengan Tentara Nasional Indonesia melakukan penyergapan dan perampasan senjata dari tentara Belanda kemudian menyimpannya di komplek pemakaman Kajen serta mendistribusikannya kepada pejuang-pejuang lain.

“Seingga beliau terkenal di kalangan pejuang dengan kemampuan mengoperasikan senjata-senjata rampasan dari tentara Belanda,” ungkap Kiai Yusuf.

Kepiawaian Gus Hasyim dalam melancarkan serangan mendadak di jalur patroli Agresor Belanda dan keahliannya dalam mengoperasikan senjata rampasan inilah yang menjadikannya sasaran dan target operasi Belanda.

Keberadaanya selalu dimata-matai Belanda. Oleh karena itu, Gus Hasyim tidak pernah menetap di satu tempat lebih dari satu malam, beliau selalu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain.

Hingga akhirnya pada penghujung tahun 1949 di satu surau di wilayah Sukolilo Pati saat selesai Jemaah salat Ashar, Gus Hasyim mengimami dua orang santri, yakni Abdul Manan dan Sholeh serta seorang anggota tentara bernama Harun. Di sini terjadi penyergapan oleh patroli Belanda, Gus Hasyim ditangkap saat berdoa sesudah salat Ashar beberapa kali tembakan diarahkan kepada beliau.

“Tetapi tidak mempan dan akhirnya diberondong dengan senjata otomatis hingga akhirnya gugur sebagai seorang Syahid. Ia wafat di usia muda,” kata Kiai Yusuf.

“Semoga keikhlasan, perjuangan, dan pengorbanan beliau demi mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia senantiasa dapat kita kenang dan khususnya bagi para santri semoga beliau senantiasa menjadi inspirasi dan menjadi tauladan dan simbol kecintaan santri pada negeri tercinta Indonesia,” tandas Kiai Yusuf. (*)

Komentar