SMJTimes.com – Setelah tren kopi susu kekinian merajai pasar dalam beberapa tahun terakhir, kini muncul inovasi baru yang mulai menarik perhatian pecinta minuman, yaitu kopi-teh campur.
Kombinasi dua bahan berkafein ini menghadirkan cita rasa unik yang menggambarkan keberanian masyarakat Nusantara bereksperimen dalam budaya minum. Fenomena ini semakin menonjol pada 2025, terutama di kalangan generasi muda yang gemar mencari sensasi baru.
Berdasarkan data Toffin Indonesia Beverage Report (2024), minuman berbasis racikan non-standar seperti kopi campur teh, teh campur rempah, dan mocktail berbahan kopi meningkat penjualannya hingga 37 persen dibanding tahun sebelumnya.
Tren ini memperlihatkan perubahan selera konsumen menuju pengalaman rasa yang lebih eksploratif.
Beberapa kafe di kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta mulai mengusung menu coffee-tea blend dengan berbagai varian. Ada yang mencampurkan espresso dengan teh melati, ada pula yang memadukan kopi robusta lokal dengan teh hitam asal Jawa Tengah.
Rasa pahit kopi berpadu lembut dengan aroma floral teh menciptakan sensasi yang tidak mudah dilupakan. Secara historis, perpaduan kopi dan teh bukan hal baru.
Di beberapa daerah Asia seperti Malaysia dan Hong Kong, minuman serupa dikenal dengan nama Yuan Yang atau Cham Peng. Namun, versi Indonesia memiliki karakter tersendiri karena menggunakan bahan lokal dan cara seduh tradisional, seperti tubruk atau cold brew sederhana.
Kopi-teh campur juga mulai menjadi simbol kreativitas pelaku usaha kecil. Banyak Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) minuman kekinian yang memanfaatkan bahan lokal seperti teh kayu aro, kopi Toraja, hingga gula aren.
Dukungan pemerintah terhadap industri minuman lokal melalui program Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) turut memperkuat daya tarik produk racikan ini. (*)











Komentar