Tanggapan Dewan Terkait Anggapan Legalisasi LGBT dan Perzinahan di RUU PKS

Bagikan ke :

Pati, SMJTimes.com – Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penghapusan Kekerasan Seksual atau RUU PKS masih belum ada kejelasan hingga kini. Padahal urgensi pembahasan RUU PKS sudah bergulir sejak 2017 bahkan sudah masuh Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2018.

RUU PKS ini dinilai sangat penting untuk memberikan hak-hak terhadap korban kekerasan seksual berupa penanganan, perlindungan, dan pemulihan korban serta keluarga.

Pasalnya berdasarkan data Komnas Perempuan tahun 2017 menunjukkan bahwa kekerasan pada ranah personal tertinggi terjadi melalui kekerasan fisik 42 persen, kekerasan seksual 34 persen, kekerasan psikis 14 persen, dan sisanya kekerasan ekonomi.

Meski demikian yang masih menjadi momok perhatian dalam RUU PKS bukan dari prinsipnya melainkan sejumlah pasal yang dianggap masyarakat justru melegalkan perzinaan dan LGBT.

Pasalnya, apabila perilaku seksual perzinaan dan LGBT yang dilakukan tanpa adanya kekerasan dianggap bukan suatu masalah. Hal ini tentunya bertentangan dengan prinsip moral bangsa ketimuran.

Warsiti, anggota DPRD Pati, pun turut memberikan respons terhadap pasal kontroversi tentang perzinaan dan LGBT tersebut.

Ia mengungkapkan meski tidak setuju dengan prilaku LGBT, ia mengakui perilaku tersebut sulit dicegah. Sehingga menurutnya poin tersebut harusnya dikesampingkan.

“Bagi saya LGBT itu sudah kodrati, Mas. Walaupun saya juga tidak setuju. Siapa yang bisa menghentikan LGBT,” kata politisi Partai Hanura, Jumat (15/1/2021).

Hemat Warsiti, pemerintah harusnya menitikberatkan pada redaksi kekerasan seksual sebagai fenomena yang harus dipecahkan secepatnya. Serta segera bisa disahkan mengingat urgensi RUU ini.

“Konotasi kata kekerasan bagi saya ya mengacu tindakan seks yang dilakukan dengan pemaksaan di sertai perlakuan kekerasan. Dan tidak terbatas itu dilakukan oleh siapapun tanpa terkecuali,” ungkap Warsiti. (Adv)

 

Komentar