Mitos vs Fakta Seputar Suplemen Vitamin C

Bagikan ke :

SMJTimes.com – Vitamin C sering dianggap sebagai senjata ampuh untuk menjaga kesehatan, terutama ketika cuaca sedang tidak bersahabat. Suplemennya banyak dijual bebas dan dikonsumsi hampir tanpa pertimbangan.

Tapi, benarkah semua yang kita dengar mengenai vitamin C itu fakta? Atau jangan-jangan sebagian cuma mitos yang sudah lama dipercaya?

Salah satu mitos paling umum adalah vitamin C bisa menyembuhkan flu. Banyak orang terburu-buru minum suplemen saat merasa mulai bersin atau tenggorokan gatal.

Padahal menurut National Institutes of Health (NIH), vitamin C memang dapat sedikit mengurangi durasi dan keparahan flu, tapi tidak bisa menyembuhkan atau mencegahnya secara langsung. Jadi, minum vitamin C bukan berarti kamu otomatis kebal terhadap flu.

Mitos berikutnya: semakin tinggi dosis vitamin C, semakin baik. Beberapa orang bahkan mengonsumsi dosis harian lebih dari 1000 mg dengan harapan mendapat manfaat ekstra.

Padahal, tubuh manusia hanya bisa menyerap vitamin C dalam jumlah tertentu, dan sisanya akan dibuang melalui urin.

Dikutip dari Mayo Clinic, konsumsi berlebihan justru bisa menyebabkan efek samping seperti sakit perut, diare dan batu ginjal.

Ada juga anggapan bahwa suplemen vitamin C lebih baik daripada sumber alami. Ini tentu keliru. Buah dan sayuran segar seperti jeruk, kiwi, stroberi dan paprika merah tidak hanya mengandung vitamin C, tetapi juga kaya akan serat dan antioksidan lainnya.

World Health Organization (WHO) tetap merekomendasikan asupan vitamin lebih baik diperoleh dari makanan sehari-hari dibandingkan suplemen, kecuali ada kondisi medis khusus.

Namun, ada juga fakta yang perlu dicatat. Vitamin C memang penting dalam pembentukan kolagen, penyerapan zat besi dan meningkatkan daya tahan tubuh.

Pada orang dengan kebutuhan khusus seperti perokok, ibu hamil atau penderita defisiensi, suplemen vitamin C bisa membantu memenuhi kebutuhan harian yang tidak tercukupi dari makanan saja. (*)

Komentar