Fenomena ‘Kagongjok’ di Korea Selatan Resahkan Pemilik Kafe

Bagikan ke :

SMJTimes.com – Pemilik kafe di Korea Selatan meresahkan sebuah fenomena yang disebut ‘Kagongjok’. ‘Kagongjok’ sendiri merupakan istilah bagi para pembeli yang tinggal lama di kafe untuk belajar. Akhir-akhir ini, banyak pemilik kafe yang mem-posting di komunitas online wiraswasta yang mengeluhkan tentang penurunan pendapatan toko akibat pelanggan ‘Kagong’ tersebut.

Seseorang pemilik kafe yang tidak disebutkan namanya berkata bahwa para pelanggan tersebut hanya memesan minuman dan tinggal di kafe dengan laptop selama berjam-jam. Beberapa owner lainnya pun ikut mengeluhkan tentang kebiasaan pelanggan yang serupa

“Seorang pelanggan memesan minuman 3.000 won (kurang lebih sekitar Rp 35 ribu) dan telah bekerja dengan laptop selama 4 jam. Saya ingin menyuruhnya pergi,” ungkap seorang pemilik, dilansir dari laman Daum.

“Seorang pelanggan datang 3-4 kali seminggu memesan 3.500 won (kurang lebih sekitar Rp 41 ribu) Americano atau 4.500 won (kurang lebih sekitar Rp 53 ribu) kopi hand-drip dan duduk setidaknya 6 jam sehari,” ungkap pemilik lainnya.

Dilansir dari Daum (3/3), ada pula yang mengeluhkan saat ada pelanggan membawa tas gendong yang berisi tablet, laptop, buku, dan selimut. Pemilik tersebut resah karena semakin banyak pelanggan datang ke tokonya untuk mengisi daya perangkat elektronik milik mereka dan duduk di waktu yang lama. Fenomena ‘pencurian listrik’ ini dinilai dapat menimbulkan kerugian dan menghambat bisnis pemilik kafe.

Biaya operasional yang membengkak, namun tidak diiringi dengan peningkatan pendapatan karena perputaran pelanggan rendah akibat adanya para pelanggan ‘Kagong’.

Lantas, Berapa Jam Waktu yang Dapat Ditolerir Pemilik Agar Tetap di Titik Impas?

Institut Riset Industri Layanan Makanan Korea pada Agustus 2019 mengungkapkan, titik impas bagi pelanggan yang membeli secangkir kopi seharga 4.100 won (kurang lebih sekitar Rp 48 ribu) adalah 1 jam 42 menit. Hal ini didasarkan pada angka yang dihitung dari rata-rata penjualan kafe non-waralaba dengan asumsi kafe memiliki 8 meja, tingkat take-out 29%, dan waktu operasional selama 12 jam sehari.

Jika dilihat dari keluhan yang diunggah melalui komunitas, pemilik bisnis masih membiarkan ‘Kagongjok’ tinggal selama  rata-rata 2 jam. Namun, mereka tidak bisa lagi mentolerir saat mereka yang menggunakan kafe selama lebih dari 3 atau 4 jam karena hal ini dapat berdampak buruk pada turn-over pelanggan.

Seorang profesor studi konsumen di Universitas Inha, Lee Eun-hee menuturkan bahwa akar konflik berasal dari pelanggan yang duduk di kafe dalam waktu yang lama, sehingga menghambat perputaran pelanggan. Ia juga mengatakan hak pelanggan tidaklah absolut.

“Pemilik bisnis bisa memberi peringatan kepada pelanggan ‘Kagong’. Namun, sebelum itu, penting untuk membuat kompromi dengan meminta pengertian mereka agar konflik tidak semakin dalam,” ujarnya.

Hal tersebut dapat dilakukan dengan memasang tanda bertuliskan ‘Belajar di kafe hingga 2 jam’ di pintu masuk, atau memberikan pemberitahuan bahwa tidak tersedia Wi-Fi. Ada pula pemilik atau karyawan kafe yang langsung meminta pelanggan agar meninggalkan ruangan jika waktu duduk terlalu lama.

Komentar