Pati, SMJTimes.com – Kondisi curah hujan yang tinggi membuat produksi garam tak bisa stabil, bahkan merugi.
“Tentunya dengan kondisi curah hujan yang cukup tinggi pada bulan-bulan seperti Desember hingga Februari sangat tidak memungkinkan para petani garam untuk produksi,” ujar Anggota dewan fraksi PDI Perjuangan itu, Senin (8/2/2021).
Menanggapi hal tersebut, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Kabupaten Pati, Noto Subiyanto mengimbau petani garam agar lebih mengoptimalkan produksi garam saat musim kemarau.
“Biasanya saat kemarau, produktivitas garam tinggi. Siklus alamat seperti itu dan para petani garam harus bisa memanfaatkan waktu yang sebaik mungkin,” ujar Noto.
Sebelumnya Kepala Bidang Pengelolaan dan Pengembangan Produk Kelautan dan Perikanan (P3KP) Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pati, Johanes Harnoko, menyebut produksi garam tambak di Pati kurang stabil. Hal tersebut disebabkan oleh sejumlah faktor.
Johanes mengatakan, salah satu faktor kurang stabilnya produksi garam di Pati karena peralatan yang digunakan masih sederhana dan masih bergantung pada kondisi cuaca dan iklim.
“Produksi garam dilakukan secara padat karya melalui di tambak dengan peralatan sederhana. Petambak mengandalkan penguapan air dan radiasi matahari. Sehingga produksi garam bergantung lamanya kemarau, tingkat kelembaban dan curah hujan,” jelas Johanes, Sabtu (30/1/2021).
Cara produksi secara tradisional ini dinilai kurang efektif, utamanya jika musim penghujan. Petani garam sama sekali tidak bisa melakukan produksi.
“Petambak garam kita, terutama di Pati masih menggunakan cara tradisonal. Yaitu memasukkan air tua di dalam petakan. Selanjutnya menunggu waktu yang cukup untuk melakukan penggarukan garam (kurang lebih 10 hari). Supaya kualitasnya baik,” imbuhnya.
Akan tetapi, kondisi tersebut diakui Johanes tidak hanya dialami di Kabupaten Pati saja. (Adv)
Komentar