SMJTimes.com – Setelah Revolusi Industri 4.0 yang menekankan pada digitalisasi dan otomatisasi, dunia kini bersiap memasuki fase baru: Revolusi Industri 5.0.
Berbeda dari pendahulunya, revolusi ini tidak hanya fokus pada efisiensi teknologi, tapi juga mengedepankan aspek kemanusiaan. Tujuan utamanya adalah menciptakan harmoni antara manusia, mesin, dan lingkungan.
Di tengah transformasi global ini, muncul pertanyaan penting: apakah Indonesia sudah siap?
Revolusi Industri 5.0 mengusung kolaborasi antara kecerdasan buatan dan sentuhan manusia.
Teknologi seperti robotics, Internet of Things (IoT), dan big data tetap menjadi tulang punggung, namun penggunaannya diarahkan untuk menunjang nilai-nilai kemanusiaan, seperti keberlanjutan, kesejahteraan, dan inklusivitas.
Di Indonesia, wacana ini mulai disambut oleh berbagai pihak. Kementerian Riset dan Teknologi pernah menyatakan bahwa Indonesia tidak boleh hanya menjadi konsumen teknologi, tetapi juga menjadi pencipta dan pengembangnya.
Namun, tantangan yang dihadapi tidak sedikit. Menurut laporan The World Economic Forum, tingkat kesiapan digital Indonesia masih berada pada kategori menengah ke bawah dibandingkan negara-negara maju.
Infrastruktur digital belum merata dan kesenjangan keterampilan tenaga kerja masih tinggi. Selain itu, literasi digital di kalangan masyarakat pun belum sepenuhnya kuat.
Banyak pekerja belum memiliki kemampuan adaptif terhadap perubahan teknologi yang sangat cepat. Hal ini diperparah dengan minimnya program pelatihan berskala nasional yang terintegrasi dengan kebutuhan industri masa depan.
Sementara itu, sektor pendidikan pun dinilai belum cukup cepat menyesuaikan kurikulum dengan kebutuhan Revolusi Industri 5.0, terutama dalam aspek critical thinking, problem solving, dan kolaborasi antardisiplin.
Namun, bukan berarti Indonesia tidak punya potensi. Generasi muda Indonesia menunjukkan minat besar terhadap teknologi dan kewirausahaan berbasis digital.
Banyak startup lokal yang mulai mengusung konsep tech for humanity, seperti platform kesehatan, edukasi daring, dan pertanian pintar. Pemerintah pun mulai mendorong digitalisasi UMKM dan penguatan ekosistem ekonomi digital.
Jika dikelola dengan baik, ini bisa menjadi fondasi yang kuat untuk masuk ke era 5.0. Revolusi Industri 5.0 menuntut kebijakan yang adaptif, pendidikan yang relevan, dan kolaborasi erat antara pemerintah, swasta, dan masyarakat.
Jika semua elemen bergerak seiring, Indonesia tak hanya siap menghadapi Revolusi Industri 5.0, tapi juga bisa jadi pemimpin dalam peradaban baru yang lebih berimbang. (*)
Komentar