SMJTimes.com – Setiap kali Idul Fitri tiba, suasana penuh suka cita terasa di mana-mana. Tapi di balik tradisi memakai baju baru dan menyantap hidangan khas Lebaran, ada makna yang jauh lebih dalam dari itu, yaitu kembali ke fitrah (kondisi jiwa yang bersih dan suci seperti saat kita dilahirkan).
Idul Fitri merupakan momen untuk merayakan keberhasilan menahan hawa nafsu selama bulan Ramadan dan kembali kepada fitrah manusia yang bertakwa. Bukan sekadar perayaan fisik, melainkan spiritual.
Dalam Islam, fitrah diartikan sebagai kesucian yang melekat sejak lahir (HR. Muslim). Selama Ramadan, umat Islam dilatih untuk mengembalikan diri pada kesucian ini melalui puasa, ibadah, dan amal saleh. Idul Fitri menjadi tonggak kembalinya manusia pada nilai-nilai dasar kemanusiaan.
Saling memaafkan saat Lebaran bukan hanya budaya, tapi juga dianjurkan dalam ajaran Islam. QS. An-Nur ayat 22 mendorong umat Islam untuk memberi maaf dan berbuat kebaikan. Ini adalah bagian dari proses kembali ke hati yang bersih dan rendah hati.
Majelis Ulama Indonesia dalam salah satu fatwanya mengingatkan bahwa Idul Fitri sebaiknya dirayakan secara wajar dan tidak berlebihan. Tujuannya bukan pamer, tapi justru bentuk syukur atas nikmat spiritual.
Pakar keislaman Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Prof. Dr. M. Quraish Shihab, dalam kajian Tafsir Al-Mishbah, menegaskan bahwa Idul Fitri adalah awal baru untuk melanjutkan kehidupan dengan nilai-nilai takwa yang terbangun selama Ramadan.
Maka, Idul Fitri bukan sekadar seremoni. Ia adalah momen pembaruan jiwa, titik balik menuju hidup yang lebih dekat kepada Allah dan sesama. Mari rayakan dengan hati yang bersih, pikiran yang tenang, dan semangat untuk terus memperbaiki diri. (*)
Komentar