SMJTimes.com – Mati otak adalah kondisi dimana seluruh fungsi otak berhenti secara permanen. Pasien yang mengalami kondisi ini membutuhkan obat-obatan dan alat bantu untuk bisa bernapas dan jantungnya tetap berdetak. Kendati demikian, ia berada pada kondisi koma dan secara medis tidak akan sadar kembali.
Otak merumakan organ yang sangat vital, sehingga jik kondisi ini terjadi, otak tidak memungkinkan untuk mengatur fungsi berbagai sistem organ lain di dalam tubuh. Mati otak terjadi setelah suplai darah atau oksigen ke otak terhenti. Hal tersebut menyebabkan jaringan di dalamnya pun berhenti berfungsi.
Mati otak bisa disebabkan oleh beberapa kondisi, seperti Gangguan fungsi jantung, misalnya henti jantung dan serangan jantung, stroke, cedera kepala parah, pendarahan otak, infeksi pada otak seperti meningitis, tumor otak, maupun herniasi otak.
Bagaimana pasien dinyatakan mati otak?
Dilansir dari Alodokter, ada beberapa kriteria pasien dinyatakan mati otak. Petama, yakni berada dalam kondisi koma dan tidak bisa disadarkan kembali. Beberapa kondisi pasien mengalami koma, namun bukan berarti mati otak. Jika ada kemungkinan pasien sadar dari kondisi koma, maka ia tidak bisa dinyatakan mati otak. Dokter perlu melakukan pemeriksaan untuk menentukan kondisi tersebut, serta mencari tahu penyebabnya.
Kondisi kedua, yaitu tidak ada refleks otak yang ditemukan saat dokter melakukan pemeriksaan. Sebagai contoh, mata tidak terpaku pada wajah pemeriksa ketika kepala digerakkan ke kiri dan ke kanan, pupil mata tidak mengecil ketika mata disinari cahaya, tidak menunjukkan respon seperti kedipan saat dokter meneteskan air ke bola mata atau menyentuh bola mata dengan cottonbud, mata tidak bergerak ketika air es disemprotkan ke dalam telinga, dan tidak ada refleks batuk atau muntah.
Kondisi lainnya yakni hentinya napas. Dokter memantau pernapasan dan tanda vital lain, seperti denyut nadi atau detak jantung. Pasien yang mati otak jantungnya terhenti dan tidak bisa bernapas sendiri tanpa bantuan alat. Henti jantung juga bisa mengalami kondisi tersebut, tetapi biasanya tertolong apabila segera diberikan bantuan berupa resusitasi jantung paru (RJP).
Untuk mendiagnosis kondisi mati otak, beberapa dokter akan melakukan beberapa tes seperti elektroensefalografi (EEG), pemeriksaan listrik jantung (EKG), dan pencitraan seperti angiografi, CT scan, MRI, dan USG Doppler untuk mengetahui kondisi otak dan mendeteksi aliran darah.
Apakah pasien bisa donor organ?
Di Indonesia, pasien mati otak bisa menjadi donor organ asalkan memenuhi syarat seperti kondisi organ yang hendak didonorkan sehat, pasien sudah dinyatakan mati otak oleh dokter dengan diterbitkan surat atau sertifikat kematian, pasien tidak pernah menderita penyakit tertentu (HIV, hepatitis B atau malaria). Selain itu, menurut hukum dan etika kedokteran, donor organ harus berdasarkan persetujuan keluarga pasien atau pasien sendiri sebelum mengalami mati otak. Pernyataan tersebut biasanya berupa pernyataan tertulis. (*)
Komentar