SMJTimes.com – Keinginan untuk memiliki tubuh ideal memunculkan tren-tren diet yang ramai diikuti oleh banyak orang. Salah satu tren diet itu adalah diet keto. Diet keto ini merupakan upaya penurunan berat badan dengan mengurangi asupan makanan yang mengandung karbohidrat secara drastis, kemudian menggantinya dengan asupan lemak.
Diet ini dinilai berisiko oleh para ahli gizi, sehingga penerapannya pun tidak diajurkan karena berbahaya bagi Kesehatan.
Selain berdampak buruk bagi tubuh, ternyata diet ini juga bisa memberikan dampak buruk bagi lingkungan.
Dilansir dari CNN Indonesia, ditemukan dalam sebuah studi di Tulane University, Amerika Serikat yang menyebutkan orang dengan diet keto menghasilkan jejak karbon empat kali lebih tinggi.
Studi ini menilai enam pola makan populer, termasuk diet keto, berdasarkan nilai gizi dan dampaknya terhadap lingkungan. Para peneliti mengecek pola makan atau diet harian yang dijalani lebih dari 16 ribu orang dewasa sepanjang 2005-2010. Data individu dibagi menjadi enam kelompok diet, yakni diet keto, paleo, vegan, vegetarian, pescetarian, dan omnivora.
Hasil menunjukkan bahwa kelompok yang mengaplikasikan diet keto rata-rata menghasilkan hampir 3 kg karbon dioksida untuk setiap 1.000 kal konsumsi kalori.
Sementara itu, menurut studi yang didukung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2021, sistem pangan menyumbang lebih dari sepertiga emisi gas rumah kaca global.
Orang yang menerapkan diet tipe ini mengonsumsi sekitar 70 persen kalori dari lemak yang banyak ditemukan di dalam produk hewani. Hal ini berpengaruh terhadap produksi daging sapi, dimana daging tersebut merupakan pendorong utama emisi karbon di bidang pangan.
Sebaliknya, pola makan vegan menjadi diet dengan emisi gas rumah kaca paling minim. Pola makan ini mengharuskan orang yang menerapkannya untuk mengonsumsi lebih banyak sayuran, buah, kacang, serta ikan dan seafood.
“Berdasarkan hasil temuan kami, itu (pola makan nabati) akan mengurangi jejak karbon dan kesehatan Anda,” kata Diego Rose selaku penulis utama studi sekaligus direktur program nutrisi di Tulane University School of Public Health and Tropical Medicine.
Komentar