SMJTimes.com – PT PLN (persero) berhasil menekan beban Take or Pay (TOP) hingga Rp 47,05 triliun pada 2022. Optimasi kontrak supply listrik dengan Independent Power Producer (IPP) dinilai mampu meningkatkan efisiensi PLN selama pandemi.
“Ini apresiasi saya kepada pak Darmo dan tentu saja seluruh jajaran PLN. Renegosiasi TOP bisa dilakukan bahkan mencapai Rp 47 triliun,” ujar Gde Sumarjaya Linggih, Anggota Komisi VI DPR RI, dikutip dari CNN Indonesia (22/2)
Selain itu, anggota Komisi VI DPR RI Herman Haeron menyatakan dukungannya agar PT PLN memiliki kontrak yang lebih fleksibel, baik pengadaan maupun kontrak jual beli listrik.
“Menurut saya, harus diakhiri era Take Or Pay (TOP) untuk energi yang basisnya memang bisa dikurangi. Untuk gas memang agak sulit, tapi kalau batubara bisa di-manage, pembakarannya bisa disiasati. Jadi bisnis lebih fair, dan ini menguntungkan bagi PLN,” ujar Herman.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan, di tengah kondisi pandemi Covid-19 kemarin memang PLN menghadapi tantangan oversupply. Untuk memitigasi adanya beban TOP, PLN melakukan optimasi kontrak khususnya dengan IPP.
“Ditengah kondisi oversupply, kami secara mandiri bernegosiasi dengan IPP untuk memundurkan COD-nya supaya oversupply tidak semakin parah,” ujar Darmawan. Dengan cara itu, pihaknya berhasil memperjuangkan cost saving hingga mencapai Rp 47 trliun.
Darmawan menjelaskan dalam menyiasati kondisi oversupply, PLN juga melakukan berbagai langkah untuk meningkatkan konsumsi listrik, yakni ekstensifikasi dan intensifikasi. Intensifikasi meluputi program pemasaran tambah daya bagi pelanggan eksisting, sementara ekstensifikasi meliputi penciptaan demand listrik baru melalui lectrifying lifestyle.
Komentar