Peristiwa penembakan yang menewaskan Max Nordau, wakil presiden Organisasi Yahudi sekaligus orang kepercayaan Theodor Herzl merupakan aksi perlawanan berdarah yang paling diingat dari penentangan proposal Uganda.
Dalam sebuah perayaan Hanukkah di Paris pada 19 Desember 1903, seorang pemuda bernama Zelig Louban menembak Nordau sambil berteriak “Matilah kau Nordau, Afrika Timur.”
Kelanjutan rencana kepindahan orang-orang Yahudi Zionis ke Afrika Timur akhirnya ditolak dalam Kongres Zionis Ketujuh pada 1905. Organisasi Zionis menegaskan kembali komitmen mereka untuk mendirikan sebuah tanah air Yahudi di wilayah Palestina.
Meninggalnya Sang Pelopor
Theodor Herzl tutup usia pada tahun 1904 di usianya yang baru 44 tahun. Pria kelahiran Pest, Hungaria ini tak sempat melihat penolakan selanjutnya dari skema Uganda yang diajukannya, sekaligus melewatkan peristiwa kematian orang dekatnya, Max Nordau.
Sebenarnya ada banyak proposal yang diajukan untuk pendirian sebuah negara Yahudi pasca penghancuran Israel kuno.
Selain di wilayah Afrika Timur, sebelum Theodor Herzl, Mordecai Manuel Noah pada tahun 1820 pernah mengusulkan wilayah Ararat yang kini masuk dalam bagian negara Turki untuk menjadi tanah air bangsa Yahudi.
Sebuah wilayah di Uni Soviet juga pernah diajukan menjadi negara Yahudi, namun menguap seiring bubarnya Uni Soviet.
Fugu juga pernah diusulkan untuk memindahkan Yahudi ke wilayah pendudukan Imperium Jepang juga pernah diusulkan.
Madagaskar sempat diajukan di era Nazi Jerman sebagai tempat penampungan paksa orang Yahudi Eropa.
Dipilihnya Palestina Sebagai Tanah Tujuan
Pada September 1917, dokter Yahudi Rusia bernama M.L. Rothstein pernah mengusulkan sebelah timur Semenanjung Arab, tepatnya di Al-Hasa, menjadi tempat bangsa Yahudi bermukim. Sederet nama lainnya di berbagai belahan bumi pernah diajukan, namun tak pernah benar-benar terealisasi. Palestina dianggap masih ideal sebagai tanah air sesuai dengan cita-cita awal Organisasi Zionis.
Melalui Deklarasi Balfour I yang berisikan surat Menteri Luar Negeri Inggris, Arthur James Balfour kepada Organisasi Zionis pada November 1917, untuk pertama kalinya Inggris merestui orang-orang Yahudi di Eropa untuk bermukim di wilayah Palestina.
Secara resmi pemerintah Britania Raya mendukung rencana Zionis mendirikan tanah air di Palestina.
Inggris sendiri berani memberi jalan pulang bagi gerakan Zionis mengingat Perjanjian Sykes-Picot telah diteken oleh pemerintah Inggris, Perancis dan juga Kekaisaran Rusia pada 1916. Perjanjian ini membahas pembagian wilayah di Asia Barat termasuk juga nasib wilayah Palestina dan sekitarnya, mengingat keruntuhan Kekhalifahan Turki Ottoman sudah di depan mata. (*)
Artikel ini telah tayang di tirto.id dengan judul “Negara Israel Nyaris Didirikan di Uganda.”
Komentar