SMJTimes.com – Tari Piring merupakan salah satu kesenian tradisional paling ikonik dari Minangkabau, Sumatera Barat (Sumbar). Tarian ini dikenal melalui gerakan lincah para penarinya yang membawa dua piring di kedua tangan tanpa terjatuh.
Dalam berbagai catatan budaya Minangkabau termasuk arsip Balai Pelestarian Kebudayaan Sumatera Barat dan tulisan di Ensiklopedi Tari Tradisional Indonesia, Tari Piring dipercaya berasal dari tradisi masyarakat agraris kuno.
Pada awal kemunculannya, tarian ini bukanlah pertunjukan hiburan, melainkan ritual syukur kepada Tuhan atas hasil panen. Masyarakat menampilkan gerakan yang menggambarkan proses bercocok tanam, seperti menanam padi, menyiangi, hingga memanen.
Laman resmi Indonesia Kaya menyebut bahwa setelah Islam masuk ke Minangkabau, nilai fungsi sakral tersebut kemudian bergeser menjadi kesenian rakyat, dengan makna syukur yang tetap dipertahankan.
Perubahan ini juga dijelaskan dalam kajian budaya yang diterbitkan Universitas Andalas, yang menunjukkan bagaimana akulturasi membuat Tari Piring semakin diterima sebagai hiburan sekaligus identitas etnik.
Ciri penting Tari Piring terlihat pada ritme cepat, hentakan kaki, serta putaran tubuh yang mengikuti musik talempong dan saluang. Piring yang digunakan biasanya berwarna putih polos, sesuai tradisi lama masyarakat Minang.
Beberapa kelompok seni menambahkan atraksi memecahkan piring di lantai sebagai simbol pengorbanan dan kegembiraan, meski unsur ini tercatat sebagai inovasi modern dalam berbagai dokumentasi pertunjukan daerah.
Kini, Tari Piring menjadi ikon budaya Sumbar yang sering tampil dalam festival nasional maupun internasional. Keberadaannya tidak hanya menjadi simbol seni pertunjukan, tetapi juga penanda sejarah panjang masyarakat Minangkabau yang menjaga nilai harmoni, kerja keras, dan rasa syukur. (*)






Komentar