SMJTimes.com – Perkembangan teknologi digital telah membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam cara umat Islam berdakwah.
Jika dahulu dakwah hanya dilakukan di masjid, majelis taklim, atau forum keagamaan, kini penyampaian pesan kebaikan dapat menjangkau jutaan orang hanya dengan satu unggahan di media sosial.
Fenomena ini menandai lahirnya era dakwah digital, di mana teknologi menjadi sarana utama dalam menyebarkan nilai-nilai Islam dengan cara yang lebih kreatif, interaktif, dan mudah diakses.
Menurut laporan We Are Social dan DataReportal (2025), pengguna internet di Indonesia telah mencapai lebih dari 223 juta orang, dengan 92 persen di antaranya aktif menggunakan media sosial setiap hari.
Angka tersebut menunjukkan potensi besar bagi para dai, ustaz, maupun kreator Muslim untuk memanfaatkan platform digital sebagai wadah dakwah. Mulai dari video pendek di TikTok dan Reels, podcast di Spotify, hingga kajian daring di YouTube, semua menjadi ruang baru bagi penyebaran ilmu agama.
Selain memperluas jangkauan, dakwah digital juga membuka peluang inovasi dalam cara penyampaian. Beberapa lembaga keagamaan kini menggunakan teknologi AI voice dan animasi 3D untuk membuat konten dakwah yang lebih menarik bagi generasi muda.
Aplikasi interaktif seperti Umma dan Muslim Pro juga memudahkan pengguna untuk mengakses jadwal salat, membaca Al-Qur’an digital, serta mengikuti kajian daring dari berbagai ulama.
Namun di balik kemudahan tersebut, muncul tantangan baru. Tidak sedikit konten dakwah yang tersebar tanpa sumber jelas atau bahkan berpotensi menimbulkan perpecahan karena kurangnya literasi digital.
Oleh karena itu, penting bagi para dai dan pengguna media untuk menerapkan prinsip tabayyun (verifikasi informasi) sebelum menyebarkan pesan keagamaan.
Menurut analisis Majelis Ulama Indonesia (MUI), dakwah modern tidak hanya soal teknologi, tetapi juga etika digital. Para penyampai pesan diharapkan mampu menjaga adab dalam berdiskusi, menghindari ujaran kebencian, serta menyampaikan kebenaran dengan hikmah.
Dengan demikian, teknologi digital bukanlah pengganti dakwah konvensional, melainkan pelengkap yang memperluas jangkauan dan relevansi pesan Islam di era modern.
Dakwah kini bukan hanya soal siapa yang berbicara di mimbar, tetapi juga siapa yang mampu menghadirkan nilai-nilai kebaikan di layar gawai setiap harinya. (*)









Komentar