SMJTimes.com – Fenomena kajian keagamaan kini tak lagi hanya identik dengan suasana masjid atau majelis taklim yang khusyuk. Dalam beberapa tahun terakhir, muncul gelombang baru dakwah di kalangan anak muda yang hadir melalui platform digital, terutama TikTok.
Tren ini mencerminkan perubahan cara generasi muda dalam mencari pengetahuan agama dengan lebih cepat, interaktif, dan mudah diakses.
Berdasarkan laporan We Are Social 2025, pengguna TikTok di Indonesia mencapai lebih dari 127 juta akun aktif, dengan mayoritasnya berasal dari kelompok usia 18–30 tahun. Kondisi ini menjadikan TikTok bukan sekadar ruang hiburan, melainkan juga medium baru untuk berbagi pesan keagamaan.
Beberapa ustaz muda dan kreator konten dakwah kini rutin mengunggah video pendek bertema akhlak, motivasi spiritual, hingga tafsir ringan dengan gaya yang santai dan visual yang menarik.
Tokoh-tokoh seperti Ustaz Hanan Attaki, Gus Azmi, dan Habib Husein Ja’far Al-Hadar menjadi contoh bagaimana dakwah dikemas relatable bagi generasi digital, dengan memadukan narasi ringan, potongan ayat Al-Qur’an, hingga tren audio TikTok, membuat pesan keislaman lebih mudah diterima.
Menariknya, tren ini juga berdampak pada meningkatnya minat anak muda untuk menghadiri kajian offline. Banyak komunitas seperti Pemuda Hijrah dan Shift, memanfaatkan media sosial sebagai pintu awal sebelum menggelar kajian langsung di masjid.
Fenomena ini menunjukkan bahwa ruang digital justru bisa menjadi gerbang menuju praktik keagamaan yang lebih nyata. Namun, tantangan muncul di saat derasnya arus informasi memunculkan potensi penyebaran tafsir atau potongan konten yang keluar dari konteks.
Karena itu, para ahli dan lembaga keagamaan menekankan pentingnya literasi digital dalam memahami dakwah di dunia maya, agar generasi muda tidak hanya melek agama, tetapi juga cerdas beragama. (*)









Komentar