Penjelasan Ilmiah Kisah Nabi Musa Membelah Laut Merah Menurut Oseanografer

Bagikan ke :

SMJTimes.com – Sejumlah ilmuwan dalam penelitian ilmiah terbaru mengungkap penjelasan masuk akal terkait kisah Nabi Musa yang membelah Laut Merah, sekitar 3.500 tahun lalu. Mereka menyebut bahwa fenomena ini merupakan kombinasi cuaca ekstrem dan kondisi geologi yang menguntungkan.

Melansir dari CNBC Indonesia, oseanografer dari National Center for Atmospheric Research bernama Carl Drews mengatakan jika pembelahan Laut Merah oleh Nabi Musa merupakan hasil dari perpaduan antara cara kerja alam dan ketepatan waktu.

Hembusan angin kencang sekitar 100 km/jam dari arah tertentu disebut mampu membuka jalur selebar 5 kilometer di laut dangkal. Setelah angin tersebut mereda, maka air akan kembali dengan deras menyerupai bencana tsunami.

Berdasarkan riset arkeologi modern, kemungkinan besar peristiwa tersebut terjadi di Teluk Suez, perairan panjang dan sempit yang memisahkan Mesir bagian barat dengan Semenanjung Sinai di bagian timur.

Kisahnya menjadi lebih masuk akal ketika diketahui Teluk Suez ternyata hanya memiliki kedalaman rata-rata 20-30 meter dengan dasaran yang relatif datar.

Sementara mantan kepala ilmuwan di National Oceanic and Atmospheric Administration, Dr. Bruce Parker, menganggap hal tersebut diketahui oleh Nabi Musa karena tempat tinggalnya yang berada di padang gurun.

Masyarakat padang gurun secara umum mampu memprediksi pasang surut air laut melalui metode kuno langit malam berdasarkan posisi bulan dan fase purnamanya.

Berbeda angka namun dalam analogi yang sama, seorang pakar oseanografi dari Hebrew University of Jerusalem, Profesor Nathan Paldor juga mendukung penjelasan ilmiah ini.

Ketika angin berkecepatan 65-70 km/jam secara kuat bertiup dari kepala teluk ke selatan selama sehari penuh, maka air terdorong surut hingga 1,6 km mampu menurunkan permukaan laut mencapai 3 meter, dan memungkinkan orang menyeberang di punggungan bawah laut.

Beriringan dengan penjelasan ini, Carl Drews menyebut jika dirinya selalu percaya bahwa iman dan sains dapat berjalan beriringan, dan sudah sepantasnya seorang ilmuwan menelaah aspek-aspek alamiah dari kisah mukjizat. (*)

Komentar