SMJTimes.com – Sulit rasanya membayangkan Indonesia tanpa gorengan. Hampir di setiap sudut jalan, kita bisa menemukan penjual gorengan dengan berbagai pilihan, mulai dari tempe mendoan, tahu isi, bakwan sayur, cireng, sampai pisang goreng.
Camilan sederhana ini bukan hanya soal rasa, tetapi juga melekat erat dengan keseharian masyarakat.
Salah satu alasan gorengan begitu populer tentu karena harganya yang terjangkau. Dengan uang Rp1.000–Rp3.000 saja, orang sudah bisa menikmati camilan hangat yang renyah di luar dan lembut di dalam.
Keterjangkauan inilah yang membuat gorengan bisa dinikmati semua kalangan, dari pelajar hingga pekerja kantoran.
Selain murah, gorengan juga bernilai sosial. Membeli gorengan sering kali bukan hanya soal lapar, tetapi juga menjadi kebiasaan ketika berkumpul.
Penjual gorengan biasanya menjadi titik temu kecil di lingkungan, tempat orang singgah sejenak untuk berbincang sambil memilih camilan favoritnya.
Popularitas gorengan juga terbukti lewat data.
Survei Katadata Insight Center menyebut gorengan sebagai camilan nomor satu yang paling sering dibeli masyarakat Indonesia, mengalahkan makanan ringan lain seperti keripik atau biskuit. Bahkan, gorengan kerap dianggap teman setia minum teh atau kopi sore.
Meski begitu, gorengan sering diingatkan untuk tidak dikonsumsi berlebihan. Kandungan minyak yang tinggi bisa berdampak pada kesehatan jika dikonsumsi setiap hari.
Namun faktanya, gorengan tetap sulit ditinggalkan. Banyak orang berpendapat bahwa tanpa gorengan, waktu ngemil akan terasa ada yang tertinggal.
Pada akhirnya, gorengan bukan hanya sekadar camilan. Ia adalah bagian dari budaya kuliner Indonesia yang terus bertahan di tengah arus makanan kekinian.
Dari warung kecil hingga restoran besar, gorengan akan selalu punya tempat istimewa di hati masyarakat. (*)
Komentar