Perbedaan Budaya Tidur Manusia di Berbagai Negara

Bagikan ke :

SMJTimes.com – Aktivitas tidur yang menjadi kebutuhan dasar manusia ternyata tidak hanya dipengaruhi oleh faktor biologis, melainkan juga dengan kebiasaan sosial, tradisi dan kepercayaan.

Di Jepang misalnya, Hello sehat menyebut salah satu istilah inemuri, yaitu tidur sebentar di tempat umum seperti kereta, kantor, atau bahkan di kelas. Alih-alih dianggap malas, tidur singkat ini justru dipandang sebagai tanda bahwa seseorang sudah bekerja keras.

Berbeda dengan budaya Barat yang biasanya menekankan tidur hanya di ranjang, orang Jepang bisa dengan santai memejamkan mata sejenak di tengah aktivitas.

Sementara itu, Spanyol lekat dengan tradisi siesta, yaitu tidur siang setelah makan siang. Kebiasaan ini awalnya muncul karena iklim panas yang membuat orang sulit bekerja di siang hari.

Walaupun di era modern tradisi ini mulai berkurang terutama di kota besar, siesta masih menjadi bagian dari identitas budaya Spanyol dan beberapa negara Latin.

Di sebagian wilayah Afrika, tidur cenderung lebih fleksibel. Ada komunitas yang tidak memiliki jam tidur tetap seperti masyarakat modern. Mereka tidur ketika merasa lelah, bisa beberapa kali dalam sehari, dengan durasi singkat.

Pola ini disebut polyphasic sleep dan dipercaya lebih menyesuaikan dengan ritme alam.

Menariknya, sebagian masyarakat di Amerika Tengah mempercayai tidur di bawah bulan purnama bisa membawa mimpi buruk. Karena itu, mereka menutup rapat jendela kamar atau menghindari cahaya bulan langsung mengenai tubuh saat tidur.

Semua perbedaan ini menunjukkan bahwa tidur bukan hanya soal istirahat, tetapi juga erat kaitannya dengan budaya, lingkungan, dan cara pandang manusia terhadap hidup. (*)

Komentar