SMJTimes.com – Istilah comfort zone sudah menjadi bagian dari bahasa sehari-hari yang sering digunakan untuk menggambarkan kondisi di mana seseorang merasa aman, tenang, dan terbebas dari tantangan.
Namun di balik popularitasnya, ada sejarah menarik yang membuat istilah ini masuk ke dalam ranah psikologi.
Melansir dari Verywell Mind, konsep awal istilah ini didapat dari penelitian psikolog Robert Yerkes dan John Dodson pada tahun 1908.
Dalam penelitiannya, mereka menemukan bahwa performa manusia berada pada titik optimal ketika mencapai suatu tingkat kecemasan yang moderat (tidak terlalu rendah hingga membuat malas, tapi juga tidak terlalu tinggi hingga membuat stress).
Area yang minim tantangan ini kemudian dianalogikan sebagai zona nyaman atau comfort zone.
Konsep ini mulai populer di dunia psikologi dan pengembangan diri pada dekade 1990-an. Salah satu tokoh yang membantu menyebarkan istilah ini adalah Alasdair White, seorang pelatih bisnis dan penulis.
Dalam bukunya tahun 2009, White mendeskripsikan comfort zone sebagai keadaan perilaku yang menciptakan kinerja stabil namun berisiko membuat seseorang stagnan jika tidak pernah keluar darinya.
Kini, comfort zone bukan sekadar istilah psikologi, tetapi juga jargon populer di berbagai bidang mulai dari pendidikan, karier, hingga motivasi hidup.
Di satu sisi, berada di dalamnya memberikan rasa aman, namun di sisi lain, keluar darinya sering dianggap kunci untuk bertumbuh dan menemukan potensi baru. (*)
Komentar