Sejarah Singkat Wayang Kulit di Jawa

Bagikan ke :

SMJTimes.comWayang kulit bukan sekadar tontonan malam hari yang ditemani gamelan dan suara dalang yang khas. Di balik pertunjukannya yang memesona, ada sejarah panjang yang menyatu erat dengan budaya Jawa, bahkan menjadi simbol filosofi hidup masyarakatnya.

Kesenian wayang telah mengakar sejak berabad-abad silam dan tetap hidup hingga kini, meski zaman terus berubah.

United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization atau Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) memperkirakan perkembangan wayang kulit dimulai di Jawa seiring masuknya pengaruh budaya Hindu dari India.

Cerita-cerita dalam pertunjukan wayang seperti Ramayana dan Mahabharata berasal dari epik India, namun kemudian diadaptasi dan disesuaikan dengan nilai-nilai lokal Jawa.

Peran dalang pun bukan hanya sekadar pencerita, tetapi juga pembawa pesan moral dan spiritual yang sarat makna.

Ketika Islam masuk ke Nusantara, para wali seperti Sunan Kalijaga memainkan peran besar dalam mempertahankan seni wayang kulit.

Mereka menggunakannya sebagai media dakwah, mengganti karakter dan jalan cerita agar tetap bisa menyampaikan nilai-nilai agama tanpa menghapus unsur tradisionalnya.

Dari sinilah lahir tokoh-tokoh lokal seperti Punakawan (Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong) yang hanya ada dalam versi wayang di Indonesia, khususnya Jawa.

Pada 7 November 2003, UNESCO menetapkan wayang kulit sebagai warisan budaya dunia nonbendawi (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity). Hal ini mengakui bahwa wayang bukan sekadar hiburan, melainkan warisan identitas dan kebijaksanaan bangsa. (*)

Komentar