Apa Itu Lucky Girl Syndrome?

Bagikan ke :

SMJTimes.com – Berbagai istilah baru muncul mewarnai linimasa sosial media kita. Tak terkecuali istilah-istilah populer berkaitan dengan fenomena yang terjadi di masyarakat terkait psikologi maupun kepribadian.

Adapun salah satu istilah yang kerap digunakan adalah ‘Lucky Girl Syndrome’ yang merujuk pada pola pikir positif untuk pencapaian tujuan. Meski demikian, konsep ini sering kali dianggap sebagai salah satu bentuk toxic positivity.

Lantas, sebenarnya, apa itu ‘Lucky Girl Syndrome’ dan apa efeknya bagi diri kita? Simak penjelasan selengkapnya berikut ini!

Apa Itu Lucky Girl Syndrome?

Lucky Girl Syndrom merupakan istilah yang diciptakan untuk merujuk pada pola pikir di mana individu terlalu mengandalkan keberuntungan, keinginan, atau visualisasi untuk mencapai tujuan mereka.

Lisa Quinn, seorang pelatih karier mengatakan bahwa konsep ini ditujukan untuk mewujudkan impian dengan mengulangi afirmasi positif pada diri sendiri. Pola pikir ini pada dasarnya adalah manifestasi yang berfokus pada keberuntungan, karena otak kita secara alami cenderung mengarah pada hal-hal negatif.

Seperti yang diketahui, afirmasi positif membuat seseorang melupakan rasa khawatir dan kecemasan, sehingga membuat mereka lebih tenang dalam menjalani hidup.

“Tergantung pada siapa Anda bertanya, ini adalah praktik pemberdayaan yang dapat membuat Anda mewujudkan impian Anda dengan mengulangi afirmasi harian seperti ‘Semuanya berjalan baik bagi saya’,” jelasnya.

“Mengulangi sesuatu seperti ‘Segala sesuatunya selalu berjalan baik bagi saya’ adalah hal yang cepat dan mudah dilakukan,” lanjutnya lagi.

Apa kontranya?

Pola Lucky Girl Syndrome biasanya mengabaikan fakta bahwa hidup ini tidak adil. Sindrom ini tidak memperhitungkan bias dan ketidaksetaraan sistemik dan struktural yang ada di dunia.

Sebenarnya, perasaan ‘tidak adil’ dibutuhkan untuk menyadarkan bahwa tidak semua hal berjalan seperti apa yang diinginkan. Menyadari adanya perasaan negatif, seperti kecewa bukanlah tindakan yang serta-merta salah, melainkan membuat Anda semakin berusaha dan bangkit dari kegagalan.

Sebaliknya, Lucky Girl Syndrome bisa jadi toxic positivity. Ini membuat Anda bersikap tidak realistis pada dunia dan hanya bergantung pada impian semu saja.

“Ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa berpikir positif saja ada batasnya. Mengambil pola pikir positif dapat membantu Anda mengambil tindakan untuk meningkatkan kehidupan Anda, namun hal itu tidak akan membayar hipotek Anda atau membuat Anda mendapatkan promosi dengan sendirinya.”

Dalam Hansen (2020), pola pikir ini juga seringkali mengabaikan langkah-langkah perencanaan dan pelaksanaan yang diperlukan. Sehingga, menimbulkan keterputusan antara kenyataan dan keinginan, sehingga dapat berujung pada penundaan, kurangnya motivasi, atau bahkan kegagalan mencapai tujuan yang diinginkan. (*)

Komentar