Pentingnya Literasi Digital untuk Cegah Cyber Bullying pada Anak

Bagikan ke :

SMJTimes.com – Perkembangan media sosial memiliki dampak anak rentan mengalami kekerasan di dalam dunia siber (cyber bullying). Oleh karenanya, diperlukan kesadaran dan literasi digital yang cukup untuk menghadapi dan mengatasinya.

Dilansir dari Tempo, sebuah penelitian dilakukan lembaga pemerhati anak ChildFund Internasional Indonesia pada akhir 2022. Penelitian ini melibatkan 1.610 responden di empat provinsi Indonesia. Ada sebanyak 5 dari 10 anak berusia 13-24 tahun menjadi pelaku cyber bullying, sementara 6 dari 10 anak menjadi korban.

Hasil menunjukkan bahwa risiko anak mengalami perundungan daring di kota besar seperti Jakarta sama besarnya dengan daerah yang memiliki akses internet tidak semasif seperti kota besar. Cyber bullying juga tidak memandang jenis kelamin.

Lembaga ChildFund berinisiatif untuk membuat program Swipe Safe, yakni kampanye terkait perlindungan anak dari ancaman cyber bullying.

Program ini bertujuan mengedukasi anak, orang tua, penyedia layanan, dan sekolah mengenai potensi risiko online, khususnya cyber bullying. Serta memberikan kontrol pada penggunaan internet guna memberikan meningkatkan keamanan siber bagi anak.

“kenapa semua perlu dilengkapi digital literasi untuk menolong anak, baik di kota besar atau daerah plural,” ucap Reny Haning, seorang spesialis perlindungan anak dan advokasi ChildFund Internasional di Indonesia.

Ia menambahkan, pesatnya teknologi memunculkan risiko perundungan anak, baik online maupun offline. Hal ini tentu membutuhkan kesadaran banyak pihak untuk mendapatkan literasi digital.

“Itu salah satu yang menurut kami krusial dan jadi latar belakang memulai inisiatif Swipe Safe,” imbuhnya lagi.

Kampanye Swipe Safe tersebut telah dilakukan pada sekolah-sekolah di empat provinsi di Indonesia, seperti Nusa Tenggara Timur, Jakarta, Lampung, dan Semarang. Target sekolah yang dituju adalah sekolah yang mengupayakan tradisi ramah anak, komite sekolah yang ingin mengadopsi kebijakan keselamatan dan perlindungan anak, dan atas persetujuan anak dan orang tua untuk melakukan sosialisasi Swipe Safe.

Selain itu, lembaga ChildFund juga melakukan kerja sama dengan berbagai lembaga pemerintah, seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Kementerian Sosial, dan Bappenas, serta penyedia digital platform guna menggaungkan kampanye tersebut dan membagikan kasus-kasus perundungan yang harus menjadi perhatian.

“Juga kerja sama dengan hampir semua penyedia konten untuk memastikan benar-benar konten untuk materi seksual anak di-take down, itu yang kami upayakan,” terang Reny.

Dengan mengkapanyekan Swipe Safe, diharapkan media massa bisa menjadi sarana edukasi orang tua dan tenaga pendidik dalam rangka perlindungan anak terhadap potensi kekerasan dunia siber.

Komentar