SMJTimes.com – Jumlah serangan siber terhadap gamers anak diketahui meningkat 57 persen pada 2022. Total ada 7 juta serangan yang mengincar gamer anak-anak dari Januari hingga Desember tahun lalu.
Angka tersebut bersumber dari laporan ‘The Dark Side of Kids Virtual Gaming Worlds’ yang ditulis oleh Kaspersky.
Dilansir dari CNN Indonesia, para penjahat siber rata-rata mengincar anak di usia sekitar 3 hingga 16 tahun. Tercatat selama 2022, ada 232.735 pemain yang telah menjadi target serangan siber dengan metode malware dan peniruan aplikasi yang berbahaya.
“Pada tahun 2022, sebanyak 232.735 pemain menemukan hampir 40.000 file, termasuk malware dan aplikasi yang berpotensi berbahaya dan disamarkan sebagai permainan anak-anak paling populer,” ungkap Kaspersky masih di laporan yang sama.
Sementara itu, terdapat beberapa game yang banyak dimanfaatkan oleh para pelaku saat melakukan tindakannya ini, misalnyaMinecraft yang memiliki prosentase tertinggi sebesar 55,8 persen, ada pula Roblox sebesar 15,4 persen, Among Us dengan angka 10,9 persen, Poppy Playtime 4,4 persen, Brawl Stars 3,8 persen, Toca Life World 3,2 persen, Fortnite 3,0 persen, dan Valorant sebesar 2,8 persen.
Selain malware, para pelaku juga menggunakan teknik phishing dengan membuat halaman tiruan games popule. Mereka menipu para target yang masih anak-anak dengan menawarkan cheat atau mod populer game.
Menurut statistik Kaspersky, mereka meniru game Roblox, Minecraft, Fortnite, dan Apex Legends untuk menipu target. Total, ada 878.000 halaman phishing dibuat untuk keempat game tersebut pada tahun 2022.
“Salah satu teknik rekayasa sosial paling umum yang menargetkan pemain muda, melibatkan penawaran untuk mengunduh cheat dan mod populer untuk game. Di situs phishing, pengguna mungkin mendapatkan panduan lengkap tentang cara memasang cheat dengan benar,” jelasnya.
Selain itu, para penjahat siber menyertakan instruksi dengan meminta para anak mematikan antivirus sebelum memasang file. Hal itu dilakukan agar malware dapat menghindari deteksi pada perangkat yang terinfeksi.
Meski terlihat menargetkan anak-anak dibawah umur, namun sebenarnya mereka bukanlah target utama pelaku kejahatan sibe. Anak-anak dianggap belum memiliki perangkat sendiri dan masih memakai milik orang tuanya. Kemungkinan besar, kejahatan itu bertujuan untuk mendapat data kartu kredit milik orang tua anak-anak tersebut.
“Karena anak-anak di usia ini sering tidak memiliki komputer sendiri dan bermain dari perangkat orang tua, ancaman yang disebarkan oleh penjahat dunia maya kemungkinan besar ditujukan untuk mendapatkan data kartu kredit dan kredensial orang tua,” tulisnya.
Komentar