SMJTimes.com – Nyadran merupakan tradisi budaya Jawa yang dilakukan menjelang bulan Ramadan atau pada momen tertentu untuk mengenang leluhur.
Dalam arsip Balai Pelestarian Kebudayaan Jawa Tengah dan kajian antropologi yang diterbitkan Universitas Gadjah Mada (UGM), Nyadran dijelaskan sebagai bentuk penghormatan keluarga terhadap para pendahulu sekaligus simbol ikatan sosial masyarakat agraris.
Kegiatan ini biasanya dimulai dengan membersihkan makam leluhur, menaburkan bunga, lalu menggelar doa bersama. Pada masa lalu, Nyadran menjadi momen ketika masyarakat dari berbagai lapisan berkumpul tanpa memandang status sosial.
Tradisi ini tercatat dalam Ensiklopedi Budaya Jawa sebagai salah satu bentuk gotong royong paling tua, karena proses persiapan hingga pelaksanaannya dilakukan secara bersama-sama oleh warga desa.
Melansir dari laman Dinas Kebudayaan Yogyakarta, Nyadran juga memiliki nilai sosial yang kuat, di luar unsur spiritual. Setelah doa, masyarakat biasanya mengadakan kenduri atau makan bersama, membawa makanan dari rumah masing-masing.
Praktik ini dikenal sebagai ambengan atau bancakan yang mencerminkan nilai berbagi rezeki dan mempererat hubungan antarwarga. Di banyak daerah, Nyadran kini tidak hanya menjadi ritual keluarga, tetapi juga agenda budaya desa.
Beberapa desa di Jawa Tengah dan Yogyakarta bahkan menjadikannya festival tahunan dengan kirab budaya, gamelan, dan berbagai kesenian tradisional. Perkembangan ini menunjukkan bagaimana tradisi tetap hidup mengikuti zaman tanpa kehilangan makna inti.
Melalui Nyadran, masyarakat Jawa menegaskan pentingnya menjaga hubungan dengan leluhur sekaligus mempererat persaudaraan antarwarga. (*)











Komentar