Berikut Asal Usul Tradisi Grebeg Maulud di Yogyakarta

Bagikan ke :

SMJTimes.com – Grebeg Maulud merupakan salah satu tradisi besar Kesultanan Yogyakarta yang digelar setiap tahun untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Tradisi ini bukan hanya ritual budaya, tetapi juga simbol hubungan erat antara kerajaan, agama, dan masyarakat Jawa.

Melansir dari Tempo, akar sejarah Grebeg Maulud dapat ditelusuri hingga masa Kesultanan Mataram Islam pada abad ke-16. Ketika itu, peringatan Maulid Nabi diperingati secara meriah sebagai bentuk penghormatan sekaligus sarana penguatan legitimasi raja sebagai pemimpin yang dekat dengan nilai-nilai Islam.

Setelah Kesultanan Yogyakarta berdiri pada 1755, tradisi ini kemudian dilestarikan dan berkembang menjadi Grebeg yang dikenal hingga sekarang. Grebeg Maulud identik dengan gunungan, yakni tumpukan hasil bumi yang disusun menyerupai gunung.

Gunungan ini menjadi simbol kemakmuran, berkah, serta rasa syukur sultan kepada rakyatnya. Kebiasaan membagikan hasil bumi kepada masyarakat juga mencerminkan nilai gotong royong yang telah hidup lama dalam budaya Jawa.

Menurut kajian budaya dari Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah X, gunungan dipahami sebagai representasi keseimbangan antara manusia, alam, dan Tuhan.

Prosesi Grebeg Maulud biasanya diawali dengan kirab pasukan bregada dari keraton menuju Masjid Gedhe Kauman. Masing-masing pasukan mengenakan kostum dan membawa perlengkapan khas yang mencerminkan sejarah panjang militer Keraton Yogyakarta.

Setelah doa dan prosesi seremonial selesai, gunungan dibagikan kepada masyarakat yang percaya bahwa bagian kecilnya membawa keberkahan. Hingga kini, Grebeg Maulud tetap menjadi daya tarik budaya Yogyakarta. Bukan hanya perayaan religius, tradisi ini juga bentuk harmonisasi antara Islam dan budaya Jawa. (*)

Komentar