SMJTimes.com – Era digital telah mengubah banyak aspek kehidupan, termasuk dunia pendidikan. Sekolah kini tidak lagi sekadar menjadi ruang kelas dengan papan tulis dan kapur, melainkan juga layar, platform belajar daring, dan sistem evaluasi digital.
Transformasi ini tentu membawa banyak peluang, tapi di sisi lain, muncul pula kekhawatiran, apakah digitalisasi sekolah justru bisa mengancam pembentukan karakter anak?
Dalam laman resmi Dewan Pertimbangan Presiden Republik Indonesia (Wantimpres RI), sebanyak 288 ribu sekolah di Indonesia sudah menerapkan program digitalisasi dari pemerintah, yang sejalan dengan Inpres No. 7 Tahun 2025.
Beberapa sistem yang sudah mulai diterapkan, di antaranya ada yang melalui Learning Management System (LMS), e-learning, maupun aplikasi komunikasi guru-siswa, dengan harapan proses belajar menjadi lebih fleksibel, interaktif, dan efisien.
Namun, di balik kemudahan tersebut, muncul tantangan besar, yaitu berkurangnya interaksi sosial secara langsung. Sementara karakter anak yang terbentuk dari proses komunikasi, empati, dan kerja sama berpotensi melemah, ketika mereka terlalu sering berinteraksi dengan layar.
Selain itu, digitalisasi juga memunculkan risiko ketimpangan. Tidak semua sekolah memiliki fasilitas yang memadai atau guru yang siap secara digital. Akibatnya, sebagian siswa justru tertinggal.
Jika tidak diimbangi pelatihan dan literasi digital yang baik, sistem ini bisa menciptakan jurang baru antara sekolah yang melek digital dan yang belum siap menerapkan dengan maksimal.
Meski begitu, digitalisasi bukan sesuatu yang harus ditolak. Justru, ia menjadi sebuah peluang besar jika digunakan dengan bijak. Guru dapat mengintegrasikan teknologi untuk mengajarkan nilai-nilai karakter seperti tanggung jawab, disiplin, dan kerja sama melalui proyek digital.
Pembelajaran daring pun bisa menjadi wadah eksplorasi, bukan sekadar konsumsi informasi. Pada akhirnya, digitalisasi sekolah bukan ancaman bagi karakter anak selama ada keseimbangan. Guru dan orang tua memegang peran utama untuk penanaman nilai, empati, dan moralitas di tengah derasnya arus digital. (*)











Komentar