Sejarah Panjang Musik Keroncong dari Masa Kolonial hingga Spotify

Bagikan ke :

SMJTimes.comMusik keroncong adalah salah satu warisan budaya Indonesia yang kaya sejarah dan makna. Dikenal dengan alunan lembut dan ritme khas dari ukulele serta gitar kecil, musik ini telah menemani perjalanan bangsa dari masa kolonial hingga era digital saat ini.

Meski lahir dari pengaruh luar, keroncong tumbuh dan berakar kuat dalam budaya Nusantara, menjadi simbol harmoni antara tradisi dan modernitas.

Dewan Kesenian Jakarta menjelaskan terkait sejarah yang mencatat bahwa keroncong mulai berkembang pada abad ke-16, saat pelaut Portugis membawa alat musik dawai bernama braguinha ke wilayah Nusantara.

Instrumen ini kemudian diadaptasi oleh masyarakat lokal dan menjadi cikal bakal dua alat utama musik keroncong yang bernama cuk dan cak. Di masa kolonial Belanda, keroncong berkembang di kalangan masyarakat urban dan menjadi hiburan populer di Batavia, Surabaya, serta Yogyakarta.

Memasuki abad ke-20, keroncong mencapai masa keemasan dengan hadirnya nama-nama besar seperti Waldjinah, Gesang, dan Mus Mulyadi. Lagu legendaris “Bengawan Solo” ciptaan Gesang bahkan menembus panggung internasional dan diterjemahkan ke berbagai bahasa.

Di masa itu, keroncong bukan hanya hiburan, melainkan juga media perjuangan dan kebanggaan nasional, terutama saat mengiringi siaran radio perjuangan di masa kemerdekaan.

Namun seiring perkembangan zaman, musik keroncong sempat mengalami penurunan popularitas di kalangan generasi muda. Dominasi musik pop, dangdut, dan Korean Pop (K-Pop) membuat keroncong dianggap kuno dan sulit diterima pasar modern.

Meski demikian, era digital membawa angin segar. Platform seperti Spotify dan YouTube kini membuka ruang baru bagi regenerasi keroncong. Musisi muda mulai bereksperimen dengan keroncong kontemporer yang menggabungkan unsur jazz, pop, hingga elektronik.

Beberapa grup seperti Keroncong Merah Putih dan Endah N Rhesa feat. Waldjinah membuktikan bahwa musik tradisional ini masih bisa relevan dan digemari lintas generasi.

Bahkan, playlist bertema “Keroncong Nusantara” di Spotify kini banyak diikuti, menandakan adanya nostalgia dan apresiasi baru terhadap musik klasik ini. (*)

Komentar