SMJTimes.com – Sebuah studi dari Frontiers in Psychology menemukan fakta bahwa individu yang rutin berpuasa cenderung memiliki tingkat stres dan kecemasan lebih rendah dibanding dengan manusia yang tidak melakukannya.
Melansir dari Halodoc, puasa disebut berdampak secara signifikan terhadap fungsi otak dan kesehatan mental. Salah satunya ialah ketika berpuasa, tubuh memproduksi lebih banyak hormon BDNF (Brain-Derived Neurotrophic Factor).
Hormon ini berperan dalam menjaga kesehatan sel-sel saraf dan meningkatkan kemampuan berpikir secara jernih. Selain itu, poses menahan diri dari dorongan makan dan minum juga melatih pengendalian emosi, meningkatkan kesabaran, serta membantu tingkat kefokusan seseorang.
Sementara dari aspek spiritual dan psikologis, puasa mampu menciptakan rasa tenang dan keseimbang batin. Ketika berpuasa, seseorang belajar untuk mengelola keinginan, menahan emosi negatif, dan memperkuat empati terhadap sesama.
Hal ini membantu mengurangi perasaan gelisah serta meningkatkan rasa syukur. Dalam konteks sosial, puasa juga mempererat hubungan antarindividu melalui kegiatan berbagi dan berbuka bersama, yang memiliki efek positif terhadap kesejahteraan mental.
Meski begitu, manfaat puasa akan lebih optimal jika dilakukan dengan pola makan seimbang ketika sahur dan berbuka. Konsumsi air putih yang cukup, makanan bergizi, dan waktu istirahat yang teratur menjadi kunci agar tubuh tetap bugar selama berpuasa.
Menghindari makanan tinggi gula dan lemak jenuh juga dianggap penting agar manfaat kesehatan dari puasa tidak berkurang. Dengan menggabungkan dimensi fisik, mental, dan spiritual, puasa dapat menjadi praktik holistik yang menyehatkan tubuh sekaligus menenangkan jiwa.
Lebih dari sekadar ritual keagamaan, puasa mengajarkan manusia tentang disiplin, keseimbangan, dan pentingnya mengenali batas diri. Ketika dijalani dengan kesadaran penuh, puasa bukan hanya mendatangkan pahala, tetapi juga menjadi jalan menuju tubuh yang sehat dan pikiran yang damai. (*)








Komentar