SMJTimes.com – Bagi sebagian orang, rasa pedas dari cabai adalah sensasi yang menantang sekaligus membuat ketagihan. Meski kadang membuat lidah terbakar, wajah memerah, hingga keluar keringat, tetap saja banyak orang yang tidak bisa lepas dari sambal atau hidangan pedas.
Fenomena ini ternyata menyimpan berbagai fakta menarik yang jarang diketahui.
Rasa pedas sebenarnya bukanlah manis, asin, atau pahit. Sensasi pedas muncul karena adanya senyawa bernama capsaicin yang terkandung dalam cabai.
Capsaicin ini bekerja dengan menstimulasi reseptor rasa sakit di mulut dan lidah, sehingga otak mengirimkan sinyal seolah-olah sedang terbakar. Itulah mengapa rasa pedas sering dikategorikan sebagai sensasi panas, bukan rasa murni.
Uniknya, tubuh justru merespons rasa pedas dengan cara yang mirip ketika sedang berolahraga. Saat kepedasan, otak memicu pelepasan endorfin, hormon yang memberikan efek bahagia dan mengurangi rasa sakit.
Inilah alasan mengapa banyak orang merasa ketagihan setelah makan pedas, bahkan meski sebelumnya sudah merasa tersiksa.
Selain memberi sensasi, cabai juga memiliki manfaat kesehatan. Kandungan capsaicin dipercaya dapat membantu memperlancar metabolisme, membakar kalori lebih cepat, hingga mendukung kesehatan jantung.
Beberapa penelitian juga menyebutkan bahwa konsumsi cabai dalam jumlah wajar bisa membantu mengurangi risiko obesitas dan diabetes tipe 2.
Tidak hanya di Indonesia, kegemaran pada rasa pedas juga terjadi di berbagai negara lain. Di Meksiko, cabai menjadi bahan utama banyak hidangan tradisional. Di Korea Selatan, rasa pedas hadir dalam kimchi dan berbagai sup khas.
Sedangkan di Thailand, makanan pedas sering dipadukan dengan cita rasa asam dan manis, menciptakan harmoni rasa yang unik.
Meski begitu, tentu ada batasan. Konsumsi cabai berlebihan bisa menimbulkan gangguan pencernaan, sakit perut, hingga iritasi lambung. Karena itu, penting untuk menyesuaikan tingkat kepedasan dengan daya tahan tubuh masing-masing. (*)
Komentar