SMJTimes.com – Hampir di setiap kota besar, selalu ada kawasan tua yang menjadi magnet wisatawan. Sebut saja Kota Tua Jakarta, kawasan Malioboro, Keraton Yogyakarta, atau Kota Lama Semarang.
Meski gedung-gedungnya lawas dan jalanannya sempit, tempat seperti ini justru tidak pernah sepi dari pengunjung. Pertanyaannya, kenapa kota tua selalu menjadi destinasi populer?
Salah satu alasannya adalah nilai sejarah. Menurut data dari UNESCO, lebih dari 40% wisata budaya dunia berpusat pada kawasan kota tua karena dianggap menyimpan cerita peradaban masa lampau.
Gedung bergaya kolonial, alun-alun, hingga bekas pusat pemerintahan memberi nuansa nostalgia yang membuat pengunjung seakan kembali ke masa lalu.
Dari sisi ekonomi, kawasan kota tua juga memiliki daya tarik tersendiri. Berdasarkan laporan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (2022), wisata berbasis sejarah dan budaya menyumbang sekitar 12% dari total kunjungan wisata domestik.
Angka ini menunjukkan bahwa orang tidak hanya mencari hiburan modern, tetapi juga pengalaman autentik yang bernilai historis.
Tidak bisa dilepaskan juga dari faktor sosial media. Foto-foto estetik di depan bangunan tua dengan arsitektur unik sering jadi incaran anak muda. Sebanayak 56% wisatawan milenial memilih destinasi dengan pertimbangan “instagramable”, dan kota tua jelas masuk dalam kategori tersebut.
Selain sejarah dan visual, kota tua biasanya juga menjadi pusat kuliner khas. Coba saja jalan-jalan ke kawasan Kota Lama Semarang, kita bisa menemukan lumpia legendaris, es krim tempo dulu, hingga kopi khas yang sudah ada sejak puluhan tahun lalu.
Perpaduan wisata budaya dan kuliner inilah yang membuat pengalaman berkunjung terasa lengkap.
Pada akhirnya, kota tua bukan hanya sekadar destinasi, tetapi juga ruang untuk mengenang sejarah, menikmati keindahan, sekaligus merasakan suasana yang tidak bisa ditemukan di pusat perbelanjaan modern. (*)
Komentar