SMJTimes.com – Rumah produksi Falcon Pictures menghasilkan sebuah film yang pantas didukung sebagai IP animasi Indonesia baru yang cukup potensial, berjudul Panji Tengkorak.
Sejak kesuksesan film animasi Jumbo (2025), Panji Tengkorak memiliki beban ekspektasi yang berlipat selain karena didaptasi dari komik legendaris karya Hans Jaladara yang berjudul sama.
Melansir dari CNN Indonesia, film animasi Panji Tengkorak disebut masih meninggalkan sejumlah catatan yang perlu dibenahi, baik dari segi penulisan cerita, eksekusi visual maupun tata surya yang memperkuat nuansa setiap adegan.
Karya terbaru sutradara Daryl Wilson ini sebenarnya mengusung cerita dan tone yang kontras dari animasi dalam negeri kebanyakan yang jauh lebih gelap, brutal, dan terlihat jelas mengincar pasar penonton dewasa.
Namun dua penulisnya, Agung Prasetiarso dan Theo Arnoldy mengambil risiko yang berlipat dengan menulis plot beralur maju mundur.
Tema yang idealnya mampu mengajak penonton untuk mengenal lebih dekat sosok pendekar bernama Panji Tengkorak (Denny Sumargo), mulai dari masa lalu hingga dunia di sekitarnya, justru langsung menyajikan babak baru kehidupannya setelah kematian sang istri, Murni (Aisha Nurra Datau).
Gaya semacam ini disebut memiliki efek samping berupa kurang kuatnya beberapa bagian penting dalam penceritaannya.
Masa lalu yang penuh nestapa terkesan dinikmati dengan emosi yang kurang mengena karena dituturkan secara terpisah-pisah.
Lebih daripada itu, apresiasi diberikan kepada departemen pengisi suara yang telah terlibat, salah satunya Denny Sumargo yang telah membuktikan tajinya sebagai ahli lakon, walaupun hanya dengan suara.
Sementara dalam segi visual, film animasi Panji Tengkorak dieksekusi dengan memakai gaya animasi digital 2 dimensi (2D) dengan proporsi dan ekspresi yang realistis, menghasilkan kualitas yang cukup matang.
Film animasi bergenre thriller dengan banyaknya adegan laga memberikan ruang bagi kreator untuk berimajinasi lebih luas dalam menciptakan rangkaian adegan, dan hal tersebut terwujud ketika cerita menginjak babak terakhir di pertarungan puncak Panji Tengkorak melawan Lembugiri (Cok Simbara).
Terakhir, review terletak pada tatanan musik yang justru mendistraksi adegan karena terkesan terlalu berlebihan hingga menutupi dialog, mengaburkan fokus penonton atas adegan itu sendiri.
Meski begitu, film animasi Panji Tengkorak tetap pantas mendapat pujian karena sudah menunjukkan keberanian dalam bertutur cerita lewat medium animasi. (*)
Komentar