Tafsir Mimpi dan Kaitannya dengan Budaya Prasejarah

Bagikan ke :

SMJTimes.com – Seorang profesor antropologi di Universitas New Hampshire, Robin Sheriff menyadarkan kita bahwa memahami apa yang diyakini seseorang mengenai sebuah mimpi yang dialami ketika tidur sama halnya dengan memahami seluruh budaya mereka.

Dalam National Geographic, Sheriff mengatakan bahwa praktik tafsir mimpi ini kemungkinan berakar dari budaya prasejarah tanpa catatan tertulis yang dapat menghubungkan orang dengan leluhur atau roh budaya.

Di Romawi kuno, mimpi dipandang sebagai komunikasi ilahi dari para dewa dan dalam penafsirannya diperankan langsung oleh peramal mimpi.

Praktik yang disebut dengan oneiromancy ini secara luas digunakan untuk memberikan wawasan tentang hubungan pribadi, penyakit, hingga keputusan politik.

Dalam Dinasti Zhou di Tiongkok, hal ini telah berlangsung lama antara 1046 sebelum masehi (SM) hingga 256 SM.

Pedoman untuk tafsir mimpi dalam budaya Barat berawal dari psikolog Sigmund Freud dan Carl Jung.

Freud sebagai Bapak Teori Psikoanalisis menulis bahwa mimpi mewakili keinginan terpendam dari alam bawah sadar yang menjadi cara mewujudkan hasrat naluriah.

Setelahnya, Carl Jung juga mengajukan interpretasinya sendiri tentang teori mimpi yang mungkin merupakan percakapan antara diri sadar dan bawah sadar kita. Mereka mempercayai bahwa mimpi yang hadir dimaksudkan untuk memproses masalah-masalah kita ketika terjaga dan menemukan solusi potensialnya.

Mengambil Ular sebagai Permisalan

Dalam budaya barat, ular diartikan dengan representasi kekuatan atau bahaya atau keadaan neraka secara naluriah.

Dalam budaya Hindu, memimpikan seekor ular dapat mendatangkan kekayaan dan kesuburan, setidaknya jika kamu memakannya dalam mimpi.

Dan dalam budaya lain seperti komunitas Kristen Pantekosta di Zambia menafsirkan ular dalam mimpi sebagai bukti adanya keberadaan iblis. (*)

Komentar