Sebanyak 114 Siswa Sekolah Rakyat Mundur, Berikut Solusinya

Bagikan ke :

SMJTimes.comMenteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf atau Gus Ipul memaparkan data sebanyak 114 siswa Sekolah Rakyat dinyatakan mundur dari total 99.700.

Mengutip dari Detik, seorang pakar sosiologi pedesaan dan pengembangan masyarakat dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Lala M Kolopaking, mengatakan mundurnya siswa dari program Sekolah Rakyat menunjukkan perlunya pembenahan penyesuaian kebutuhan dan karakter warga setempat.

Lala menjelaskan perlunya pendekatan sosial budaya yang lebih mendalam dan pelibatan masyarakat secara partisipatif sejak awal untuk memasukkan warga pada subjek dalam program Sekolah Rakyat, bukan sekadar objek penerima.

Selain itu, Lala juga mengungkap tidak adanya pendekatan partisipatif yang menjadi penyebab utama siswa tidak betah di Sekolah Rakyat.

Konsep Sekolah Rakyat dinilai cocok untuk anak-anak dari keluarga rentan di desa karena dapat membentuk karakter menjadi lebih kuat. Namun, yang perlu digarisbawahi adalah tantangan adaptasi sosial dan psikologis yang perlu ditangani.

Kunci keberhasilan Sekolah Rakyat terletak pada proses awalnya yang terdiri dari dialog, pemetaan sosial, serta seleksi siswa yang mempertimbangkan kondisi sosial dan budayanya.

Pendekatan afirmatif top-down atau keputusan yang diambil sepihak dari atas tanpa mempertimbangkan kompetensi dan kecerdasan kontekstual yang akan dicapai dinilai cenderung terlalu instruktif.

Lebih lanjut, Sekolah Rakyat juga perlu lebih diterima oleh warga dengan melakukan komunikasi dialogis sejak perencanaan. Dialog dengan warga menciptakan kesadaran bersama bahwa sekolah bukan hanya bangunan fisik, tetapi juga sarana membangun masa depan.

Kejelasan definisi dari kata ‘tidak mampu’ serta relevansi kurikulum dengan potensi ekonomi lokal perlu dilakukan untuk menjamin keberlanjutan program Sekolah Rakyat.

Sebagai contoh, siswa Sekolah Rakyat yang berada di daerah perkebunan karet sebaiknya mendapat pembelajaran materi umum dan pengenalan keterampilan seputar industrialisasi karet.

Sedangkan siswa Sekolah Rakyat yang berada di wilayah pesisir mendapat fokus tambahan pada industrialisasi sektor maritim.

Hal terakhir yang menjadi penting diperhatikan adalah perlunya kesiapan guru memahami konteks sosial budaya lokal tempat mereka mengajar agar bisa memberikan pendidikan yang tepat bagi siswa. (*)

Komentar