SMJTimes.com – Di masa ini, perlu disadari dengan dominasi generasi Z yang melamar pekerjaan, disebabkan sudah memasuki usia siap kerja. Mereka adalah kelompok yang lahir antara tahun 1997 dan 2012. Meski banyak stereotip negatif tentang generasi yang kerap dijuluki generasi stroberi ini, kebanyakan merupakan mitos belaka.
Perusahaan perlu merangkul para generasi Z untuk mengetahui tujuan, kemampuan dan keunikannya. Nyatanya, gen-Z disebut sebagai generasi yang kreatif dan inovatif, melek teknologi, dan menghargai keberagaman. Nilai-nilai kuat yang diilhami ini tentu bermanfaat bagi perusahaan ke depannya.
“Ledakan pertama generasi baru di tempat kerja selalu menimbulkan dampak. Mereka telah mempelajari perangkat dan jenis keahlian baru yang mungkin tidak mudah disesuaikan dengan cara kerja yang sudah mapan,” terang Megan Gerhardt, Ph.D., seorang profesor manajemen di Farmer School of Business, Universitas Miami di Oxford, Ohio.
Lantas, apa yang perlu dilakukan untuk merangkul gen-Z di dunia kerja? Simak selengkapnya berikut ini!
Hargai perspektif gen-Z
Selama tidak melenceng dari hukum dan aturan, hargai perspektif mereka yang sering kali berseberangan dengan generasi boomer maupun millennial.
Seorang pakar karier dan tempat kerja terkemuka Lindsey Pollak mengatakan bahwa gen-Z banyak melihat beragam fenomena dan gejolak ekonomi di dunia. Mereka mengetahui orang-orang minoritas menduduki posisi penting dan memiliki peran sebagai pemimpin.
Oleh karena itu, keadilan sosial sangat penting bagi banyak anggota Gen Z. Mereka tak ragu untuk bersuara ketika mereka melihat ketidakadilan dalam organisasi. Dengan sikap ini, gen-Z sering dianggap sebagai pemberontak dan tidak loyal.
Kembangkan soft-skills gen-Z
Kebanyakan orang menganggap gen-Z kurang terampil dalam berkomunikasi secara profesional, disiplin waktu, serta kecerdasan emosional. Padahal, hal tersebut berguna memperlancar terciptanya budaya tempat kerja yang menyenangkan.
Pollak mengatakan isolasi berkepanjangan yang disebabkan oleh pandemi dan budaya digital yang dialami Gen Z mungkin ada berhubungan dengan rendahnya soft-skills gen-Z. Mereka tumbuh dengan berkomunikasi satu sama lain menggunakan media dan internet, tidak secara langsung.
“Gen Z adalah generasi pertama yang benar-benar lahir di era digital. Mereka tidak pernah mengenal zaman sebelum internet, media sosial, dan ponsel,” terang Pollak, dilansir dari laman Society for Resource Human Management.
Sehingga, beberapa firma konsultan besar, termasuk PwC, Deloitte, dan KPMG menawarkan pelatihan khusus kepada pekerja muda mereka untuk membantu mereka mengembangkan keterampilan komunikasi yang sesuai dengan pekerjaan, belajar mendengarkan isyarat verbal, dan membaca bahasa tubuh. Pelatihan soft-skills bagi gen-Z juga perlu diadakan oleh perusahaan.
Fleksibel dengan gen-Z
Organisasi akan lebih bijaksana untuk merayu pekerja gen-Z dengan jam kerja yang fleksibel, lingkungan kerja yang nyaman, job-desk yang pasti, dan jenjang karir profesional. Ini dianggap lebih memukau gen-Z dibanding dengan gaji awal atau struktur bonus.
Pollak mengatakan hal ini berdasarkan nilai gen-Z yang mengedepankan work-life balance. Sementara konsep tersebut belum banyak dinikmati oleh generasi sebelumnya.
“Generasi ini sangat terbuka terhadap gagasan keseimbangan kerja/hidup. Mereka menetapkan batasan. Mereka datang dengan ekspektasi yang menurut saya tidak dimiliki oleh generasi saya (gen-X). Itu tidak baik atau buruk, benar atau salah, lebih baik atau lebih buruk. Itu hanya berbeda,” terangnya.
Bimbingan dari senior
Gen-Z merupakan generasi yang sangat menghargai bimbingan oleh senior. Mereka juga tipe yang banyak ingin tahu dan mudah beradaptasi. Peluang pengembangan profesional memiliki dampak besar pada karyawan gen-Z. (*)
Komentar