SMJTimes.com – Masifnya era media sosial dan penyebaran informasi membuat orang lain mengembangkan ketertarikan terhadap tokoh-tokoh yang muncul di platform tersebut, seperti artis, selebgram, pakar ekonomi, politik dan public figure lainnya.
Ketertarikan tersebut bahkan bisa membuat kita mengikuti kebiasaan hingga opini yang dilontarkan public figure tersebut di media, serta memengaruhi pola pikir orang-orang yang mengidolakanya. Hal ini mungkin dikarenakan adanya hubungan parasosial antara idola dan penggemarnya tersebut.
Hubungan parasosial sendiri merupakan suatu interaksi sosial yang terjalin antara individu dengan artis atau tokoh media dan terjadi seperti interaksi sosial secara langsung.
Sebenarnya, mengidolakan artis atau salah satu tokoh bisa meningkatkan motivasi, serta mendorong kita belajar untuk mencapai kesuksesan yang sama. Namun, hal ini bisa menimbulkan efek negatif kepada diri sendiri jika ketertarikan tersebut berkembang menjadi fanatisme.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, fanatisme merupakan keyakinan atau kepercayaan yang terlalu kuat terhadap ajaran politik, agama, dan sebagainya. Fanatisme juga bisa ditujukan lewat obsesi berlebihan terhadao idola atau tokoh tertentu.
Dilansir dari laman Medium, berikut berbagai ciri-ciri fanatisme.
Memiliki ‘hero’ yang didukung tanpa syarat
Orang-orang fanatik biasanya memiliki pahlawan yang mereka dukung tanpa syarat. Biasanya pahlawan ini adalah seseorang yang memiliki pandangan dan pemikiran yang cenderung sama dengan orang tersebut, sehingga memberikan perasaan tokoh tersebut mendukungnya pula. Mereka juga mengembangkan kekaguman yang luar biasa terhadap tokoh pahlawan ini.
Kelompok-kelompok fanatik tidak menganggap bahwa pemimpin mereka salah dalam hal apa pun. Mereka memberikan kepercayaan dan kesetiaan yang tidak diragukan.
Terlalu yakin dengan pandangan tokoh yang diidolakan
Orang fanatik berasumsi bahwa pandangan mereka sudah lengkap. Ia juga sangat meyakini pandangan tokoh yang diidolakan. Suatu informasi yang tidak sesuai dengan narasi yang ada dianggap salah atau tidak relevan.
Mereka cenderung tidak menerima fakta-fakta yang ada jika bertolak belakang dengan apa yang sudah dipercayainya. Orang yang fanatik juga akan membela tokoh yang didukung mati-matian, meski melakukan kesalahan dan mengabaikan realitas yang ada.
Orang fanatik mempertahankan pendapat tanpa bukti
Kaum fanatic terlalu fokus pada suatu ideologi dan pemikiran yang dimiliki atau berasal dari tokoh yang didukung. Karena hal tersebut, mereka sering kali tidak mampu memahami atau menunjukkan bukti untuk mendukung pendapatnya. Orang-orang yang fanatik cenderung menutup diri terhadap pandangan-pandangan lain dari luar sana, dan menganggap apa yang bertentangan merupakan suatu yang salah. Mereka tidak mampu mendengarkan atau berdiskusi. Orang fanatik akan gigih mempertahankan pendapat mereka bukan dengan argumen atau bukti ilmiah, namun seruan yang semangat.
Kaum fanatik mempunyai persepsi yang merendahkan
Kebanyakan orang kesulitan bergaul dengan orang yang tidak sependapat dengan mereka. Akan tetapi, kaum fanatik memandang lawan mereka dalam posisi yang paling buruk.
Lawan menjadi sesuatu yang dianggap rendah. Perbedaan pandangan dianggap sebagai hambatan dalam mencapai tujuan kaum fanatik. Artinya, lawan atau orang yang berbeda pandangan dengan mereka menjadi sasaran bagi orang-orang fanatik. Mereka juga tak segan memberikan ancaman hingga tindakan yang merugikan terhadap orang-orang yang dianggap ‘berbeda’ dengan mereka. (*)
Komentar