SMJTimes.com – Banyak orang menyukai musik, entah itu musik rock, jazz, pop, raggae, maupun EDM. Sejak berkembangnya musik dari klasik era Bethoven hingga pop seperti Taylor Swift, musik masih menjadi dambaan bagi jutaan orang di dunia. Musik juga diperdengarkan di berbagai tempat, seperti di kafe-kafe atau di toko-toko untuk menarik banyak pembeli.
Selain itu, musik juga dikatakan dapat membangkitkan emosi penyanyi juga pendengarnya. Kumpulan nada-nada dan lirik tersebut mengembangkan emosi untuk membantu orang-orang menavigasi perasaannya, baik itu perasaan sedih, khawatir, ataupun bahagia. Hal itu juga mengaktifkan fungsi otak dengan cara yang sama.
“Bisa jadi ia berevolusi secara kebetulan, namun begitu ia berevolusi, ia menjadi sangat penting,” kata Robert Zatorre, ahli saraf di McGill University, dikutip dari laman Vox.
Mengapa banyak orang menyukai musik?
Penelitian menunjukkan bahwa ketika kita mendengarkan musik, otak akan melepaskan dopamin, senyawa dalam otak yang bekerja untuk memberikan kepuasan dan kebahagiaan.
Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan di Nature Neuroscience, yang dipimpin oleh Zatorre, para peneliti menemukan bahwa pelepasan dopamin paling kuat ketika sebuah musik mencapai puncak emosional dan pendengarnya merasa ‘merinding’. Menurutnya, itu merupakan respon dari sensasi gembira dan kagum yang luar biasa.
Pelepasan dopamine tersebut biasanya dilakukan setelah kita melakukan aktivitas untuk kelangsungan hidup dan menyenangkan, seperti makan. Meski musik tidak berpengaruh dalam kelangsungan hidup, hal ini melibatkan sistem penghargaan yang sama.
“Musik melibatkan sistem (penghargaan) yang sama, meskipun secara biologis tidak diperlukan untuk kelangsungan hidup,” kata Zatorre.
Musik memberikan suasana hati yang positif, menawarkan teman yang berharga, dan memungkinkan kita mengekspresikan emosi, dikutip dari Psycology Today.
Selain itu, alasan orang menyukai musik salah satunya dikarenakan kecintaan diri terhadap pola. Saat mendengarkan, orang akan terus mengantisipasi melodi, harmoni, dan ritme apa yang akan muncul selanjutnya.
“Jadi jika saya mendengar perkembangan akord, satu akord, empat akord, dan lima akord, mungkin saya tahu bahwa akord berikutnya akan menjadi satu akord lainnya, karena itulah prediksinya,” kata Zatorre.
Menurut Zattore, ada pula alasan orang biasanya tidak menyukai salah satu genre musik. Itu karena mereka tidak mengenal gaya musik tersebut sebelumnya. Ketika tidak terbiasa dengan suatu gaya musik, orang tersebut tidak memiliki dasar untuk memprediksi polanya. Hal itu membuat orang tersebut menjadi mudah bosan. (*)
Komentar