SMJTimes.com – Mayoritas gen-Z saat ini, khususnya yang lahir di tahun akhir 90-an sedang memasuki masa dewasa muda. Mereka sedang sibuk berkarier, menata masa depan, bahkan ada yang sudah berkeluarga dan menjadi orang tua masa kini. gen-Z sendiri dikategorikan untuk orang-orang yang lahir antara tahun 1995 hingga 2010.
Dikenal sebagai generasi yang paling ‘melek’ teknologi, menghargai perbedaan dan toleransi, serta menjadi generasi yang terbuka dengan isu-isu terkini, kira-kira bagaimana gen-Z memainkan perannya sebagai orang tua di kemudian hari?
Dilansir dari General Catalyst, generasi Z akan membawa potensi besar untuk menciptakan gaya pengasuhan anak yang beragam, inklusif, introspektif, dan berteknologi maju. Mereka memilih untuk menjadi orang tua dengan memanfaatkan teknologi secara luas, namun tetap mempertahankan pendekatan yang seimbang, menjaga kesehatan mental dan netral. Pola ini mungkin sangat berbeda dari generasi sebelumnya.
Berikut ciri pola asuh dari orang tua yang berasal dari generasi Z.
Banyak menggunakan teknologi
Generasi Z dikenal sebagai generasi yang paling terbuka dengan pemanfaat dan penggunaan teknologi. Mungkin, pola ini akan memengaruhi bagaimana mereka melakukan praktik pengasuhan anak.
Dengan adanya kemudahan dalam menggabungkan teknologi dengan kehidupan sehari-hari, dapat dibayangkan generasi orang tua yang paham teknologi akan menggunakan produk kecerdasan buatan (AI) sebagai pendamping dalam mengasuh anak. Seperti pemantau jarak jauh, pembatasan screentime dan sebagainya.
Selain itu, kemudahan dalam mengakses banyak sumber daya dan komunitas online memberi mereka kesempatan untuk belajar, berbagi pengalaman, dan mengumpulkan beragam nasihat pengasuhan anak dari Internet.
Terbuka akan budaya lain
Latar belakang gen-Z yang multikultural dan beragam memberikan pandangan terbuka pada mereka terkait perbedaan agama, ras dan budaya. Ini juga memengaruhi mereka dalam mengurus anak-anak mereka di masa depan kelak.
Mereka mungkin tidak segan menyekolahkam anaknya di sekolah-sekolah internasional atau swasta yang cenderung memiliki murid dengan keberagaman budaya dan agama. Mereka juga mengajarkan toleransi dan mendorong anak untukmenghargai adanya perbedaan.
Netral gender
Gen-Z mungkin memiliki pola asuh netral tentang gender. Mereka tidak memandang gender satu lebih tinggi kedudukannya dari gender lainnya. Orang tua gen-Z mungkin akan membiarkan anak-anak untuk memilih pakaian atau mainan sesuai keinginan mereka tanpa melabelinya dengan gender, seperti boneka untuk perempuan atau mobil-mobilan untuk laki-laki. Mereka juga akan mendorong anak-anak untuk mengeksplorasi berbagai macam emosi, aktivitas, dan peluang, terlepas dari ekspektasi tradisional gender.
Membina komunitas virtual
Saat tumbuh dewasa, Gen Z telah memanfaatkan platform online untuk membina komunitas, bertukar pengalaman, dan mengumpulkan wawasan dari orang lain. Ini menunjukkan potensi transformatif untuk strategi pengasuhan anak di masa depan. Mereka mungkin menemukan kenyamanan dan persahabatan di ruang online, selain dari keluarga dan teman dekat mereka. Ini juga akan mengembangkan pola asuh yang lebih inklusif dan informatif.
Menghargai kesehatan mental
Gen-Z berada di garis depan dalam mengadvokasi kesehatan mental dan komunikasi terbuka. 70% gen-Z mengatakan bahwa kesehatan mental mereka paling membutuhkan perhatian. Pengalaman-pengalaman ini berpotensi terbawa ke dalam pengasuhan mereka.
Meskipun mereka adalah generasi yang paling cemas dan mengalami depresi, Generasi Z memanfaatkan pengalaman tersebut untuk mendorong budaya keterbukaan emosional dalam keluarga. Orang tua gen Z akan mendorong anak-anak mereka untuk mengekspresikan perasaan secara bebas dan memupuk lingkungan keluarga yang suportif, serta penuh pengertian. (*)
Komentar