SMJTimes.com – Salah satu hubungan istimewa yang dimiliki manusia adalah pertemanan. Meski kadang terasa sama rumitnya dengan pasangan atau keluarga, hubungan persahabatan yang terjalin baik dalam waktu yang lama memberikan tambahan kebahagiaan bagi setiap insan manusia.
Pada abad ke-4 SM, seorang filsuf Aristoteles menulis sesuatu tentang persahabatan. Aristoteles sendiri seorang filsuf Yunani Kuno yang berpengaruh dalam ilmu sains, politik dan seni. Kala itu, ia menulis, “Tidak ada seorang pun yang memilih hidup tanpa teman, meskipun mereka bisa mendapatkan semua hal baik lainnya.”
Dengan demikian, nyatanya hubungan persahabatan antara manusia sudah ada sejak zaman dahulu kala. Dilansir dari laman The Conversation, berikut beberapa hal yang dapat dipelajari tentang hubungan persahabatan dari Aristoteles.
Persahabatan sifatnya timbal-balik
Aristoteles mendefinisikan persahabatan sebagai niat baik yang timbal-balik dan diakui. Berbeda dengan keluarga dan hubungan parasosial (hubungan sepihak), persahabatan ada saat diakui oleh kedua belah pihak. Tidak hanya mendoakan dan berbuat baik kepada seseorang, orang tersebut juga harus mendoakan dan berbuat baik sebagai balasan. Selain itu, mereka perlu menyadari setiap niat baik dari masing-masing.
“Untuk menjadi teman, (semua pihak) harus merasakan niat baik satu sama lain, yaitu, saling mendoakan kebaikan, dan menyadari niat baik satu sama lain.”
Meski demikian, saat ini mungkin lebih sulit membedakan persahabatan dengan hubungan parasosial. Dimana seorang artis mungkin membagikan sebagian kehidupan pribadi dan memberikan niat baik pada orang-orang yang mendukungnya, sehingga membuat para penggemar merasakan hubungan yang lebih dekat.
Namun, itu bukan persahabatan. Niat baik tidak bersifat timbal balik jika salah satu pihak merasakannya terhadap seseorang, sementara pihak lain merasakannya terhadap suatu kelompok.
Tiga macam persahabatan
Menurut Aristoteles, ada tiga jenis persahabatan. Yakni, persahabatan berbasis utilitas, berbasis kesenangan, dan berbasis karakter. Masing-masing muncul dari apa yang dihargai dalam diri seorang teman.
Persahabatan berbasis karakter memiliki bentuk tertinggi. Namun, Anda mungkin membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengenal karakter seseorang yang sebenarnya. Sementara itu, persahabatan berdasarkan utilitas menjurus pada kegunaan atau manfaat satu sama lain. Bukan untuk saling memanfaatkan, namun saat pihak-pihak tersebut memahami dengan pasti manfaat masing-masing individu, mereka akan menjadi kelompok yang kuat.
Selanjutnya, persahabatan berbasis kesenangan merujuk bagaimana setiap individu menikmati waktu bersama saat melakukan kesenangan dan minat. Mereka juga cenderung mengembangkan niat baik dan menghormati kekuatan satu sama lain.
Persahabatan seperti kebugaran
Aristoteles mengatakan sesuatu yang berharga tentang apa yang membuat persahabatan bertahan lama. Menurutnya, persahabatan seperti kebugaran, yaitu suatu keadaan atau karakter yang harus dijaga melalui aktivitas (fisik) yang dilakukan bersama-sama.
Selain itu, Aristoteles juga menulis tentang persahabatan yang tidak melakukan aktivitas, “Teman yang berpisah bukanlah orang yang ramah secara aktif, namun memiliki kecenderungan untuk bersikap demikian. Karena perpisahan tidak sepenuhnya menghancurkan persahabatan, meskipun hal itu menghalangi pelaksanaan aktifnya. Namun jika ketidakhadiran ini berkepanjangan, sepertinya persahabatan itu sendiri akan terlupakan.”
Penelitian kontemporer mendukung hal ini. Keadaan persahabatan dapat bertahan bahkan tanpa aktivitas persahabatan, namun jika hal ini berlangsung cukup lama, persahabatan tersebut akan memudar. Meski begitu, tampaknya pendapat Aristoteles menjadi kurang relevan, karena teknologi komunikasi telah memungkinkan untuk menjaga persahabatan dalam jarak yang jauh.
Demikian beberapa hal yang dapat dipelajari dari persahabatan. (*)
Komentar