Menganal Toxic Positivity, Ungkapan-ungkapan Positif yang Beracun

SMJTimes.com – Sering kita membaca tentang istilah toxic positivity di media sosial. Istilah tersebut merujuk pada keyakinan untuk tetap berpikir positif meski di situasi sulit dan buruk sekalipun. Toxic positivity berbeda dengan sikap optimis. Terlalu berpikir positif juga bisa beracun jika Anda menolak semua emosi demi mempertahankan keceriaan yang palsu.

Sikap ini mendorong seseorang untuk menyembunyikan perasaan dan emosi yang tidak menyenangkan. Padahal, perasaan-perasaan tersebut perlu diungkapkan untuk mencapai penerimaan sehingga terwujud kesehatan psikologis yang lebih baik.

Contoh toxic positivity adalah saat seseorang mengalami kekecewaan atau kesedihan, benaknya sendiri akan menjawab, ‘lihat sisi baiknya’, ini menunjukkan bahwa seseorang tersebut sedang merasakan emosi negatif berupa kekecewaan, namun ia memilih menyimpan perasaan yang sesungguhnya dengan menunjukkan bahwa dirinya baik-baik saja.

Baca Juga :   Apa Itu ADHD yang Diidap Fuji?

Ungkapan-ungkapan positif sering kali memang dimaksudkan untuk kebaikan. Orang lain juga sering mengungkapkan ‘kepositifan’ tersebut untuk bersimpati. Namun, saat ungkapan itu diberikan untuk orang-orang yang memiliki trauma, itu mungkin akan membuat mereka merasa dihakimi karena tidak bahagia.

Mengapa berbahaya?

Dilansir dari laman VeryWellMind, orang-orang yang mempertahankan sikap tersebut akan semakin terpuruk saat ia berada dalam masa-masa sulit. Mereka cenderung tidak bisa membagikan emosi dengan jujur, merasa diabaikan, memiliki rasa bersalah, serta menghambat penerimaan emosi negatif.

Komentar