SMJTimes.com – Badai PHK dan penutupan beberapa e-commerce menanandakan bahwa ekonomi sektor teknologi sedang mengalami pasang surut. Shopee Indonesia terpaksa memangkas karyawan pada September lalu, sementara JD ID harus menutup layanan logistiknya per 22 Januari 2023. Kejadian ini tidak terjadi di Indonesia saja, melainkan di beberapa perusahaan teknologi besar di negara lain yang melakukan PHK masal, seperti Amazon, PayPal, hingga Google yang juga mengalami kesulitan menghadapi perubahan iklim ekonomi dunia.
Dilansir dari CNN Indonesia (2/2), Radynal Nataprawira selaku Head of Public Affair Shopee Indonesia menuturkan bahwa PHK merupakan langkah terakhir yang harus ditempuh perusahaan sebagai efisiensi, setelah sebelumnya perusahaan melakukan beberapa penyesuaian melalui perubahan kebijakan bisnis.
PHK dilakukan agar perusahaan bisa menjaga pertumbuhan hingga tetap memberikan dampak positif bagi konsumen, mitra usaha, dan pedagang.
Direktur Indonesia Development Islamic Studies (IDEAS), Yusuf Wibisono memperkirakan badai PHK industri digital masih berlanjut di tahun ini. Bagi perusahaan mapan, kemunduran usaha mereka banyak disebabkan oleh ekspansi yang telalu over di masa pandemi. Banyak permintaan terhadap produk di masa itu, mendorong perusahaan menambah banyak tenaga kerja. Sayangnya, seiring penghapusan pembatasan sosial pasca pandemi, permintaan tersebut menurun, sehingga terjadi PHK besar-besaran.
Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan Peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios), Muhammad Andri Perdana. Ia mengungkapkan bahwa banyak konsumen akhirnya kembali berbelanja di toko konvensional. Ia menilai daya beli masyarakat belum pulih sepenuhnya karena inflasi, dan pendapatan rumah tangga cenderung konstan alias belum ada peningkatan. Kondisi ini yang membuat masyarakat memilih belanja secara lebih ekonomis di warung-warung dan toko-toko saat e-commerce mengurangi promo akibat keringnya pendanaan investor.
E-commerce yang dituntut untuk mengurangi kerugian, membuat mereka akhirnya membebankan biaya admin dan potongan penjualan kepada penjual. Biaya ini yang kemudian dibebankan lagi kepada pembeli sehingga membuat harga-harga di dalam e-commerce tidak ekonomis. Terlebih lagi saat ini muncul TikTok Shop yang menjadi pesain marketplace. Banyak media sosial juga membuka layanan belanja dan terus berinovasi.
Andri menambahkan agar e-commerce memperkuat positioning dan memberikan insentif bagi penyebar link produk di sosial media mereka agar pengguna sosial media tetap menggunakan e-commerce saat berbelanja.
Andri juga menjelaskan pendanaan juga menjadi salah satu faktor lesunya bisnis digital ini.Menurutnya, investor semakin selektif dalam menggelontorkan dananya dan memilih berinvestasi ke instrumen yang lebih aman daripada harus menyuntikkan dana ke e-commerce.
“Di saat pertumbuhan e-commerce meredup, return obligasi negara seperti US Treasury meningkat, padahal tingkat risikonya lebih rendah. Sekarang e-commerce kesulitan mendapat dana segar lagi. Mau mendapatkan pendanaan di bank pun mahal karena suku bunga meningkat,” ujar Andri, dikutip dari CNN Indonesia.
Yusuf Wibisono menunjukkan beberapa faktor yang membuat banyak start-up melakukan PHK. Beberapa diantaranya adalah model bisnis yang kurang solid, munculnya persaingan dan dukungan pendanaan melemah karenan pengetatan moneter dunia dan berakhirnya suku bunga rendah.
Komentar