SMJTimes.com – Berdasarkan dari dictionary.com, cancel culture merupakan tindakan dari menghentikan dukungan (cancelling) kepada para public figure atau sebuah perusahaan setelah mereka melakukan tindakan yang melanggar aturan dan hukum atau menyinggung suatu pihak. Budaya cancel culture ini biasanya terjadi di dunia maya atau media sosial.
Dilansir dari CNN Indonesia, psikolog sekaligus tenaga pendidik di Universitas Gadjah Mada, Koentjoro menyamakan cancel culture dengan boikot.
Cancel culture sering dilakukan dengan cara menghentikan promosi artis maupun merek perusahaan tertentu untuk tidak tampil di publik. Hal ini terjadi apabila mereka dinilai melakukan tindakan tidak terpuji yang dapat menyakiti salah satu pihak, menimbulkan kegaduhan dan merugikan masyarakat.
Tindakan ini disebut dapat menimbulkan efek jera bagi mereka yang melakukan kesalahan, sehingga diharapkan ke depannya orang itu akan menyesali perbuatan tersebut.
Meski begitu, cancel culture memiliki dampak beragam. Dampak itu mulai dari kerugian materi, sampai dengan efek psikologis yang ditimbulkan.
Lantas, Apakah Budaya Cancel Culture Perlu Dilakukan?
Menilik dari efek yang ditimbulkan diatas, cancel culture menimbulkan kerugian materi akibat pembatalan kontrak kerja seseorang atau artis. Public figure tentu tidak akan lepas dari karya dan sorotan media. Seorang artis akan mengalami kerugian materi yang besar apabila masyarakat telah menghentikan penggunaan semua karyanya. Hal itu terjadi karena penghasilan utama mereka berasal dari karya yang dibagikan ke publik lewat media sosial maupun televisi.
Hal ini juga bisa terjadi pada sebuah merek perusahaan, dimana orang-orang akan beramai-ramai memboikot produk yang diproduksi saat perusahaan dikabarkan telah melakukan tindakan yang merugikan. Permasalahan akan semakin meluas karena sebuah perusahaan menjadi sumber penghasilan bagi orang-orang yang bekerja di dalamnya.
Selain kerugian materi, cancel culture dapat mempengaruhi mental seseorang. Kegiatan meng-cancel tersebut sering diungkapkan di media sosial dengan mencaci dan memberikan ujaran kebencian pada artis yang bersangkutan. Hate comments yang jumlahnya ratusan atau bahkan ribuan ini pasti akan berefek pada psikologis si artis yang merasa dibenci oleh publik.
Dampak yang semakin buruk akan terjadi apabila tuduhan yang ditujukan tersebut tidak benar. Tentu pihak yang diboikot akan merasa semakin terpuruk karena kehilangan pekerjaan dan kesehatan psikologisnya terganggu.
Dengan melihat efek-efek tersebut, sebagai pengguna media sosial kita perlu lebih bijak dalam bermedia sosial. Cancel culture dengan ujaran kebencian bukan satu-satunya cara agar seseorang menjadi jera. Terlebih lagi, kita perlu menyaring lebih dulu berita untuk diketahui kebenarannya.
Komentar