Pati, SMJTimes.com – Kenaikan tarif pajak penambahan nilai (PPN) 11 persen yang dimulai 1 April lalu. Dalam hal ini Dewan Pati meminta agar kenaikan PPN ditunda.
Wakil Ketua II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pati, Hardi menyebut kenaikan PPN jatuh tepat pada Bulan Ramadan 1443 Hijriah. Karena naik di momen tersebut, dikhawatirkan akan berdampak besar pada inflasi, sehingga memberatkan masyarakat sipil.
Lebih lanjut, Politisi dari partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) itu mengatakan, meski angka kasus Covid-19 tahun ini menurun drastic, namun daya beli masyarakat belum pulih sepenuhnya.
“Untuk kenaikan pajak sebenarnya memberatkan masyarakat karena kita baru saja lepas dari Pandemi Covid-19,” ujar Hardi saat diwawancarai awak media belum lama ini.
Belum lagi adanya fenomena kebijakan baru terkait harga bahan bakar minyak non subsidi (BBM) yang naik signifikan.
Kenaikan BBM dinilai sangat berimbas kepada naiknya berbagai harga kebutuhan pokok. Naiknya BBM dinilai makin membebani ongkos operasional pedagang.
Hardi mengharapkan, kebijakan PPN naik 11 persen dari pemerintah belum menjadi keputusan final dan masih bisa ditunda untuk beberapa bulan kedepan.
“Seharusnya kenaikan ini ditunda dulu, terlebih ini juga baru ada kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM). Mau tidak mau ini juga akan berdampak pada kenaikan harga bahan pokok terlebih menjelang hari raya Idul Fitri nantinya,” imbuh Hardi.
Perlu diketahui, PPN merupakan pungutan pemerintah yang dibebankan atas setiap transaksi jual-beli barang maupun jasa yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi atau wajib pajak badan yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Kenaikan tarif PPN merupakan amanat dari Pasal 7 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Sedianya, kenaikan PPN dilakukan dalam rangka perbaikan ekonomi nasional dan membantu pembiayaan APBN. (adv)
Komentar